✨ Hukum Bacaan Surat Al Fatihah

Hukumnyaadalah sunnah, tidak wajib, bahkan sunnah setelah bacaan Al Fatihah yang diucapkan oleh setiap orang yang membaca Alfatihah didalam shalat dan diluar shalat, Ucapkan آمِيْن apabila seseorang telah membaca Alfatihah, diucapkan oleh imam, makmum dan orang yang shalat sendirian, didalam shalat dan diluar shalat,
Jakarta - Surat Al Fatihah dinamai oleh Allah dengan Al Quran al-Azhim. Menurut buku Rahasia Dahsyat Al Fatihah, Ayat Kursi dan Al Waqiah untuk Kesuksesan Karier dan Bisnis oleh Ustadz Ramadhan AM, tidak hanya Al Fatihah saja yang disebut sebagai Al Quran al-Azim, melainkan surat-surat lain yang berjumlah kenapa Al Fatihah dinamai demikian? Karena kandungan surat Al Fatihah meliputi aspek yang termuat di dalam Al Quran secara global. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda"Ummul Qur'an yakni Al-Fatihah adalah tujuh ayat yang berulang-ulang dan Al Quran al-Azhim." HR. Bukhari.Dalam buku Tafsir Surat Al Fatihah oleh Ahmad Sarwat, Lc., MA, setidaknya ada tiga nama yang disepakati untuk Al Fatihah yakni Fatihatul kitab, Ummul Quran dan As-Sab'u Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka di dalam Tafsir Al Azhar mengatakan, menurut pendapat ulama yang terkuat, surat Al Fatihah diturunkan di Mekkah. Bagi umat Islam, rangkaian tujuh ayat dalam surat Al Fatihah tidak pernah absen dari kehidupan sehari-hari. Umm Al Quran ini dibaca dalam tiap sholat memanjatkan doa dan harapan pada Allah bacaan surat Al Fatihah dalam Arab, Latin dan Artinya yang dilansir dari Kemenag اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِBismillāhirraḥmānirraḥīmDengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang2. اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙAlḥamdu lillāhi rabbil'ālamīnSegala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam3. الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙAr raḥmānir raḥīmYang Maha Pengasih, Maha Penyayang4. مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗMāliki yaumid dīnPemilik hari pembalasan5. اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗIyyāka na'budu wa iyyāka nasta'īnHanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan6. اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَIhdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīmTunjukilah kami jalan yang الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَSirāṭallażīna an'amta 'alaihim gairil-magḍụbi 'alaihim wa laḍ ḍāllīnYaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan jalan mereka yang dimurkai, dan bukan pula jalan mereka yang Membaca AL Fatihah dalam SholatDalam riwayat Imam Bukhari, Rasulullah SAW mengatakan bahwa surat Al Fatihah merupakan surat paling agung dalam Al Quran. Kedudukan surat Al Fatihah sebagai surat paling agung ini juga telah disebutkan dalam surat Al Hijr ayat اٰتَيْنٰكَ سَبْعًا مِّنَ الْمَثَانِيْ وَالْقُرْاٰنَ الْعَظِيْمَ - ٨٧Artinya "Dan sungguh, Kami telah memberikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al-Qur'an yang agung." QS. Al Hijr 87Jumhur ulama mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah sepakat bahwa membaca surat Al Fatihah termasuk rukun sholat. Adapun, sholat yang dilakukan tanpa membaca surat Al Fatihah maka dianggap tidak ini merujuk pada sabda Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Ubadah bin Shamit RA yang artinya, "Tidak sah sholat kecuali dengan membaca ummil-quran surat Al Fatihah" HR. Bukhari dan MuslimRiwayat tersebut senada dengan hadits Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Rasulullah SAW bersabdaلَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِArtinya "Tidak sah sholatnya orang yang tanpa membaca Surat Al-Fatihah."Muhammad Na'im Muhammad Hani Sa'i dalam buku Mausu'ah Masa 'Il Al-Jumhur Fi Al-Fiqh Al-Islamiy yang diterjemahkan oleh Matsuri Irham dan Asmul Taman memaparkan, bacaan surat Al Fatihah yang menjadi rukun sholat tersebut tidak dapat digantikan dengan bacaan Al Quran lain. Simak Video "Permintaan Maaf Wanita Simpan Al-Qur'an Dekat Sesajen-Akui Tertarik Islam" [GambasVideo 20detik] lus/erd
HukumMakmum Yang Ketinggalan Bacaan Al-Fatihah Karena Bacaan Sunat. Seorang terlambat datang shalat jama'ah, kebetulan terhubung dengan imam disaat imam membaca surat. Saat imam rukuk orang terlambat ini belum sempurna membaca fatihah disebabkan pertama kali ia terhubung dengan Imam sibuk dan fokus dengan bacaan sunat (doa iftitah)
Membaca Surah Al-Fatihah merupakan salah satu bagian dari rukun salat. Jika seseorang tidak membacanya, maka salatnya menjadi tidak sah. Akan tetapi ketika salat berjemaah, ada yang mengatakan bahwa salatnya makmum menjadi tanggung jawab imam. Dari sinilah muncul sebuah pertanyaan apakah makmum harus pula membaca Al-Fatihah? Menurut pendapat kalangan mazhab Syafii, membaca Surah Al-Fatihah tetap menjadi kewajiban bagi setiap orang yang salat. Hanya saja, terdapat pengecualian bagi makmum masbuk tertinggal rakaat pertamanya dari imam, maka ia cukup membaca Surah Al-Fatihah sedapatnya. baca juga Bandung PPKM Level 2, Kapasitas Salat Berjemaah Jadi 75 Persen 5 Potret Menyentuh Doa Pemain di Piala Menpora 2021, Bikin Adem Bagaimana Hukum Memakai Sajadah Lebar saat Salat Berjemaah? Artinya, makmum masbuk tidak harus membaca utuh 7 ayat Surah Al-Fatihah. Jika hanya mendapat satu atau dua ayat pun tidak masalah. Bahkan, jika makmum masbuk mendapati imam sedang rukuk atau sujud, ia tidak harus membaca Al-Fatihah dan bisa langsung mengikuti gerakan imam. Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti. Jika imam bertakbir, maka bertakbirlah. Jika imam rukuk, maka rukuklah. Jika imam bangkit dari rukuk, maka bangkitlah. Jika imam mengucapkan sami’allahu liman hamidah’, ucapkanlah robbana wa lakal hamd’. Jika imam sujud, sujudlah." HR. Bukhari dan Muslim Dari situlah, lahir ungkapan bahwa Surah Al-Fatihah ditanggung imam. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini salah satunya terdapat dalam kitab Kasyifah as-Saja Syarah Safinah an-Naja karya Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani. Dalam kitab itu dikatakan, "Membaca Al-Fatihah wajib di setiap rakaat, baik salat dengan bacaan pelan Zuhur dan Ashar, atau pun keras Magrib, Isya, Subuh, dan Jumat, sebagai imam, makmum, atau pun sendirian, sesuai dengan hadis riwayat Bukhari Muslim yang mengatakan, 'Tidak sah salat orang yang tidak membaca Al-Fatihah'.” Ada pula hadis lain dari Abu Hurairah yang mengatakan, “Barang siapa yang melaksanakan salat dan tidak membaca Al Fatihah di dalamnya, maka salatnya itu kurang.” Perkataan ini diulang sampai tiga kali. HR. Imam Muslim. Sementara untuk bacaan ayat suci Al-Qur’an setelah membaca Surah Al-Fatihah hukumnya adalah sunah dianjurkan sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih. Jadi, jika makmum selesai membaca Surah Al-Fatihah lalu ia diam mendengarkan ayat suci Al-Qur’an yang dibaca imam, maka salatnya tetap sah. Wallahu a'lam. []
Diantara tradisi umat Islam adalah membaca surat al-Fatihah dan menghadiahkan pahalanya untuk Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Para ulama mengatakan bahwa hukum perbuatan ini adalah boleh. Ibnu 'Aqil, salah seorang tokoh besar madzhab Hanbali mengatakan, "Disunnahkan menghadiahkan bacaan Al-Qur'an kepada Nabi saw. " 403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID gDeJIV9VnSmtFrhm-owOJc9YWv-ba0PEcL3uEOthBJ7pYsTYIHswpw== Bacaayat Al-Quran, Tafsir, dan Konten Islami Bahasa Indonesia. Hasil pencarian tentang hukum+tajwid+nya+surat+al+mukminin. tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 23. [1 ~ FATIHAH AL-KITAB (PEMBUKA KITAB SUCI) Pendahuluan: Makkiyyah, 7 ayat ~ Surat al-Fâtihah ini termasuk 403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID Exn9t24qrWkoWGEbBWwhqqq5D3DfxVncgn5a-zl4B5F6zTfol91HVg== ٱلرَّحۡمَٰنِdan ٱلرَّحِيمِ, surat al fatihah ayat 1. Kesalahan tersebut bisa termasuk dalam lahn jaliy (kesalahan fatal) atau pun lahn khafiy (kesalahan ringan). Surat al fatihah ayat 1. Salah satu hukum bacaan ilmu tajwid adalah alif lam syamsiah. Salah satu hukum bacaan ilmu tajwid adalah alif lam syamsiah. 403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID SCJhZgYFl_YnBBSvXdDtqhLNTGBf-8bEhT8T113L-5uVpUNAtMaGcw== RehanVizar's Hukum Bacaan Surat Al-Fatihah di Dalam Shalat looks good? Share Hukum Bacaan Surat Al-Fatihah di Dalam Shalat online. Quick Upload . Explore ; Features ; Solutions . Popular Uses Industries Business Education Marketing Jakarta - Surat Al Fatihah adalah surat pertama dalam urutan mushaf Al Quran. Surat ini menjadi bacaan dalam setiap rakaat yang juga disebut Ummul Quran ini termasuk dalam golongan surat yang diperselisihkan antara Makkiyah atau Madaniyah. Ibnu Abbas, Qatadah, dan Abu Al-A'liyah mengatakan bahwa Surat Al Fatihah diturunkan di Mekkah dan termasuk surat Abu Hurairah, Mujahid, Atha' bin Abi Rabah, dan lainnya mengatakan bahwa surat Al Fatihah diturunkan di Madinah dan tergolong surat Madaniyah, berdasarkan hadits riwayat riwayat Imam Bukhari, Rasulullah SAW mengatakan bahwa surat Al Fatihah merupakan surat paling agung dalam Al Quran. Kedudukan surat Al Fatihah sebagai surat paling agung ini juga telah disebutkan dalam surat Al Hijr ayat 87. وَلَقَدْ اٰتَيْنٰكَ سَبْعًا مِّنَ الْمَثَانِيْ وَالْقُرْاٰنَ الْعَظِيْمَ - ٨٧Artinya "Dan sungguh, Kami telah memberikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al-Qur'an yang agung." QS. Al Hijr 87Jumhur ulama mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah sepakat bahwa membaca surat Al Fatihah termasuk rukun sholat. Adapun, sholat yang dilakukan tanpa membaca surat Al Fatihah maka dianggap tidak ini merujuk pada sabda Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Ubadah bin Shamit RA yang artinya, "Tidak sah sholat kecuali dengan membaca ummil-quran surat Al Fatihah" HR. Bukhari dan MuslimRiwayat tersebut senada dengan hadits Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Rasulullah SAW bersabdaلَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِArtinya "Tidak sah sholatnya orang yang tanpa membaca Surat Al-Fatihah."Muhammad Na'im Muhammad Hani Sa'i dalam buku Mausu'ah Masa 'Il Al-Jumhur Fi Al-Fiqh Al-Islamiy yang diterjemahkan oleh Matsuri Irham dan Asmul Taman menjelaskan, bacaan surat Al Fatihah yang menjadi rukun sholat tersebut tidak dapat digantikan dengan bacaan Al Quran hal ini, Imam Syafi'i mengatakan, seseorang yang meninggalkan bacaan surat Al Fatihah padahal dia mampu membaca surat tersebut, maka sholatnya menjadi tidak sah. Akan tetapi, jika orang tidak membaca ayat lain selain surat Al Fatihah maka hukumnya makruh."Hukum meninggalkan bacaan surat Al Fatihah baik sengaja maupun tidak adalah sama; yaitu bahwa suatu rakaat sholat tidak sah tanpa bacaan surat Al Fatihah atau dengan sesuatu ayat Al Quran yang menyertainya. Kecuali apa yang disebutkan mengenai makmum-insya Allah ta'ala- serta orang yang tidak mampu membacanya," demikian pendapat Imam Syafi'i dalam Kitab Al pada pendapat di atas, membaca surat Al Fatihah dalam sholat hukumnya adalah wajib. Sebagaimana hukum rukun sholat lainnya. Wallahu A'lam. Simak Video "Permintaan Maaf Wanita Simpan Al-Qur'an Dekat Sesajen-Akui Tertarik Islam" [GambasVideo 20detik] kri/erd
BacaJuga: Sejarah Maulid Nabi, Bukan dari Rasulullah tapi Sarat Makna Berarti, alasan terkuat bahwa Basmalah termasuk al-Fatihah dan surat-surat yang lainnya adalah bukti otentik bahwa Basmalah ditulis dalam al-Qur'an dengan persetujuan para shahabat dan tidak ada seorangpun sahabat yang mengingkarinya.
Membaca Surat Al-Fatihah merupakan salah satu rukun qauli di dalam shalat. Sebagai rukun maka tidak bisa tidak orang yang melakukan shalat harus membacanya kecuali dalam keadaan dan alasan tertentu di mana para ulama membolehkan mengganti bacaan Surat Al-Fatihah dengan bacaan membaca Surat Al-Fatihah di dalam shalat dan ketidakabsahannya didasarkan pada hadits Rasulullah SAW riwayat Imam Muslim dan lainnya yang berbunyi sebagai صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِArtinya, “Tidak sah shalatnya orang yang tak membaca Surat Al-Fatihah.”Imam Nawawi mensyarahi hadits di atas dengan menyatakan bahwa hadits ini menjadi dasar bagi madzhab Syafi’i bahwa membaca Al-Fatihah wajib hukumnya bagi orang yang shalat baik ia menjadi imam, makmum, maupun shalat sendirian Lihat Muslim bin Hajjaj, Shahîh Muslim bi Syarhil Imâmin Nawawi, Kairo, Darul Ghad Al-Jadîd, 2008, jilid 2, halaman 86.Sebagai bagian dari ibadah sudah semestinya bila dalam pelaksanannya ada aturan dan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi orang yang shalat dalam membaca Surat Al-Fatihah. Tidak terpenuhinya salah satu atau lebih syarat-syarat tersebut bisa jadi akan berakibat pada tidak sahnya shalat yang Salim bin Sumair Al-Hadrami di dalam kitabnya Safînatun Najâ menyebutkan ada 10 sepuluh syarat membaca Surat Al-Fatihah. Kesepuluh syarat tersebut kemudian dijabarkan penjelasannya oleh Syekh Nawawi Banten dalam kitabnya Kâsyifatus Sajâ sebagai TertibMakna tertib di sini adalah bahwa Surat Al-Fatihah harus dibaca sesuai urutan ayat-ayatnya, tidak boleh Berturut-turutArtinya semua ayat dibaca secara berturut-turut tanpa diselingi dengan kalimat lain yang tidak ada hubungannya dengan shalat. Seumpama di tengah-tengah membaca Surat Al-Fatihah tiba-tiba bersin lalu mengucapkan “alhamdulillâh” sebagaimana disunahkan di luar shalat, maka bacaan hamdalah tersebut telah memotong berturut-turutnya bacaan Al-Fatihah. Bila terjadi demikian maka bacaan Al-Fatihah mesti diulang lagi dan shalatnya tidak batal. Demikian juga bila di tengah-tengah membaca Al-Fatihah secara sengaja mengucapkan bacaan seperti shalawat, tasbih atau lainnya, maka harus diulang bacaan bila semua itu terucapkan karena lupa maka tidak dianggap memotong berturut-turutnya bacaan surat Al-Fatihah sehingga tidak perlu mengulang dari Menjaga huruf-hurufnyaDi dalam surat Al-Fatihah ada setidaknya 138 huruf. Namun bila menghitung komplet dengan tasydid-tasydidnya, kedua huruf alif pada dua kata “shirâth”, dua alif pada kata “ad-dhâllîn”, dan satu alif pada kata “mâlik” maka jumlah seluruh hurufnya ada 156. Semua huruf itu harus terbaca dengan baik. Bila ada satu saja yang tidak terbaca maka tidak sah Menjaga tasydid-tasydidnyaDi dalam surat Al-Fatihah ada 14 empat belas tasydid. Tasydid-tasydid itu merupakan bentuk dari huruf-huruf yang bertasydid yang karenanya maka keempat belas tasydid tersebut harus dijaga dalam pembacaannya. Dengan menjaga tasydid-tasydid itu sama saja dengan menjaga huruf Surat Al-Fatihah yang juga wajib hukumnya untuk Tidak berhenti di tengah bacaan, lama atau sebentar, dengan maksud memotong bacaanBila di tengah-tengah bacaan Surat Al-Fatihah berhenti bukan karena maksud memotong bacaan, tetapi karena adanya uzur tertentu seperti lupa atau lelah maka tidaklah Membaca setiap ayatnya termasuk basmalahDi dalam surat Al-Fatihah adalah 7 tujuh ayat yang kesemuanya wajib dibaca. Dalam madzhab Imam Syafi’i di antara ketujuh ayat tersebut adalah bacaan basmalah sebagai ayat pertama. Karenanya tidak membaca basmalah di dalam shalat menjadikan shalatnya tidak sah karena adanya satu ayat di dalam Surat Al-Fatihah yang tidak Tidak ada kesalahan baca yang bisa merusak maknaContoh kesalahan baca yang bisa merusak makna adalah kata “an’amta” yang dibaca secara salah menjadi “an’amtu.” Kesalahan baca ini bisa merusak makna dari “Engkau memberi nikmat” menjadi “saya memberi nikmat.”8. Dibaca pada posisi berdiri pada shalat fardhuSetiap huruf yang ada di dalam Surat Al-Fatihah harus terbaca pada saat posisi orang yang shalat dalam keadaan Dapat didengar oleh diri sendiriSetiap huruf Surat Al-Fatihah yang dibaca harus bisa didengar oleh diri sendiri bila pendengaran orang yang shalat dalam keadaan sehat atau normal. Bila pendengarannya sedang tidak sehat, di mana suara bisa terdengar bila lebih dikeraskan, maka cukuplah pembacaan Surat Al-Fatihah dengan suara yang sekiranya pendengarannya normal maka suara itu bisa terdengar, tidak harus dikeraskan sampai benar-benar dapat didengar oleh telinganya sendiri yang sedang tidak Tidak diselingi dengan zikir atau bacaan lainSebagaimana contoh pada syarat nomor 2 bacaan Surat Al-Fatihah di dalam shalat tidak boleh diselingi oleh kalimat zikir lain yang tidak ada hubungannya dengan shalat. Lain halnya bila kalimat yang menyelingi itu ada kaitannya dengan kebaikan shalat seperti mengingatkan imam bila terjadi kesalahan. Sebagai contoh ketika imam membaca ayat atau surat setelah membaca Al-Fatihah lalu terjadi kesalahan atau kelupaan baca umpamanya, makmum boleh mengingatkannya meskipun ia sendiri sedang membaca Surat Al-Fatihah. Namun perlu diingat, selagi imam masih mengulang-ulang bacaan ayat yang salah atau lupa tersebut makmum tidak boleh mengingatkannya. Bila dalam keadaan demikian, makmum mengingatkan imam padahal ia sendiri sedang membaca Al-Fatihah maka terpotonglah bacaan sepuluh syarat membaca Surat Al-Fatihah yang mesti dipenuhi oleh orang yang melakukan shalat. Tidak dipenuhinya salah satu dari syarat tersebut dapat menjadikan bacaannya rusak yang juga berakibat pada tidak sahnya shalat ini sangat penting diperhatikan. Itulah sebabnya di pesantren-pesantren para guru mengajarkan bacaan Surat Al-Fatihah kepada para santri dengan waktu yang relatif lebih lama dari pada saat mengajarkan surat-surat yang jarang seorang santri mempelajari bacaan Surat Al-Fatihah sampai berbulan-bulan. Ia baru diperbolehkan mempelajari bacaan berikutnya setelah sang guru benar-benar yakin bacaan Surat Al-Fatihah sang santri telah benar-benar fasih. Ini semua dimaksudkan demi menjaga keabsahan shalat. Wallahu a’lam. Yazid Muttaqin
Berikutadalah contoh hukum bacaan mad thobi'i pada Al Quran yang terdapat pada surat Al Fatihah ayat 1 - 7. Keterangan: Hukum bacaan mad thobi'i pada surat Al Fatihah terdapat pada huruf yang tercetak tebal. Namun apabila waqaf diakhir ayat hukum bacaannya berubah menjadi Mad Arid Lissukun.
📚 Al-Mishbahul Munir fi Tahdzib Tafsir Ibnu Katsir / Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri et. AL-FATIHAH DAN MAKNANYA Surat ini disebut al-Fatihah yang maknanya adalah pembuka kitab secara khat tulisan mushaf . Dengan surat inilah dibukanya bacaan dalam shalat-shalat. Surat ini disebut juga Ummul Kitab induk al-Qur’an berdasarkan pendapat jumhur ulama. Imam Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits shahih dan beliau juga menshahihkannya, dari Abu Hurairah 4 ia berkata “Rasulullah saw bersabda الْحَمْدُ لِلَّهِ أُمُّ الْقُرْآنِ وَأُمُّ الْكِتَابِ وَالسَّبْعُ الْمَثَانِي "Alhamdulillah adalah induknya al Qur'an, induknya al Kitab, dan As Sab'ul Matsaani tujuh ayat yang diulang-ulang." Surat al-Fatihah disebut juga al-Hamdu dan ash-Sholaah, berdasarkan sabda Rasulullah saw yang baginda meriwayatkan dari Rabbnya, Allah berfirman قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ} الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ {قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي. “Aku membagi shalat antara Aku dengan hambaKu setengah-setengah, dan hambaku mendapatkan apa yang dia minta. Apabila seorang hamba membaca; 'Alhamdulillahi rabbil 'alamin.’ Allah menjawab; Hamba-Ku telah memuji-Ku.” Surat al-Fatihah disebut ash-Sholaah karena termasuk syarat sahnya shalat. Surat al-Fatihah disebut juga ar-Ruqyah pengobat berdasarkan hadits Abu Sa’id ketika ia meruqyah dengan al-Fatihah seorang laki-laki yang terkena sengatan, maka Rasulullah saw bersabda وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ “Tidakkah engkau tahu bahwa al-Fatihah itu ruqyah.” Surat ini termasuk surat Makkiyyah diturunkan sebelum hijrah ke Madinah. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Qatadah dan Abul Aliyah, berdasarkan firman Allah  وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ “Dan Sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Quran yang agung.” JUMLAH AYATNYA Surat ini terdiri dari tujuh ayat tanpa ada perselisihan ulama, dan Basmalah adalah satu ayat yang berdiri sendiri pada awal surat al-Fatihah, sebagaimana pendapat jumhur Qurro’ ahli Qiro’at dari Kufah. Juga merupakan pendapat sejumlah Sahabat, Tabi’in dan sebagian ulama Khalaf. JUMLAH KATA DAN HURUFNYA Para ulama mengatakan, “Surat al-Fatihah terdiri dari 25 kata dan 113 huruf.” MENGAPA DINAMAKAN UMMUL KITAAB Imam Bukhari berkata di awal kitab tafsir “Disebut ummul Kitaab karena al-Fatihah ditulis pada permulaan Mushaf dan dibaca pada permulaan shalat.” Ada yang berpendapat “Disebut Ummul Kitaab karena seluruh makna al-Qur’an kembali kepada apa yang dikandungnya.” Ibnu Jarir mengatakan “Orang Arab menyebut kata umm’ untuk semua yang mencakup atau mendahului sesuatu jika ia memiliki perkara-perkara yang mengikutinya dan ia sebagai pemuka baginya. Seperti ummur ra’si adalah sebutan untuk kulit yang meliputi otak. Mereka menyebut bendera dan panji tempat berkumpulnya pasukan di bawahnya dengan sebutan umm.” Ia mengatakan “Kota Makkah disebut Ummul Quraa karena keberadaannya terlebih dahulu dan ia sebagai penghulu bagi kota-kota lainnya. Ada yang mengatakan “Disebut Ummul Quraa karena bumi terbentang darinya.” Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah 4, dari Nabi saw bahwa baginda berkata tentang Ummul Qur’an هِيَ أُمُّ الْقُرْآنِ وَهِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَهِيَ الْقُرْآنُ الْعَظِيمُ "Ia adalah Ummul Quran, ia adalah as sab'ul matsaniy tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan ia adalah Al Quran Al 'Azhim." Abu Jakfar Muhammad bin Jarir ath-Thabari meriwayatkan dari Abu Hurairah 4 dari Rasulullah saw, baginda bersabda هِيَ أُمُّ الْقُرْآنِ وَهِيَ فَاتِحَةُ الْكِتَاب وَهِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي “Ia adalah Ummul Qur’an, ia adalah Faatihatul Kitab dan ia adalah as-Sab’ul Matsani.” KEUTAMAAN AL-FATIHAH Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan dalam Musnadnya dari Abi Sa’ad bin al-Mu’alla , ia berkata “Aku pernah mengerjakan shalat, kemudian Rasulullah saw memanggilku, tetapi aku tidak menjawabnya hingga aku menyelesaikan shalat. Setelah itu aku mendatangi baginda, maka baginda bertanya “Apa yang menghalangimu untuk menjawab “Wahai Rasulullah, sesungguhnya tadi aku sedang mengerjakan shalat.” Lalu beliau bersabda “Bukankah Allah berfirman يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu” QS. Al-Anfal24 Setelah itu beliau bersabda ”Aku akan mengajarkan kepadamu satu surat yang paling agung dalam al-Qur’an sebelum engkau keluar dari masjid.” Maka baginda memegang tanganku dan ketika beliau hendak keluar dari masjid, aku mengatakan “Wahai Rasulullah, engkau tadi mengatakan akan mengajarkan kepadakku surat yang paling agung dalam al-Qur’an. Baginda menjawab نعم، الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُوتِيتُهُ “Benar, alhamdulillahi Rabbil’alaminn adalah termasuk Assabu' Al Matsani tujuh ayat yang terulang-ulang dan Al-Qur’an yang agung yang diberikan kepadaku.” Demikian pula diriwayatkan oleh al-Bukhari, Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah. Hadits lain, diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Fadha’il al-Qur’an dari Abu Sa’id al-Khudri  “Kami pernah melakukan satu perjalanan, lalu kami singgah. Kemudian datanglah seorang budak wanita seraya berkata “Sesungguhnya kepala suku kami terkena sengataan, dan kaum lelaki kami sedang tidak ada di tempat. Apakah di antara kalian ada yang bisa meruqyah?” Maka berangkatlah bersamanya seorang laki-laki yang kami tidak pernah menyangka bahwa ia bisa meruqyah. Kemudian ia membacakan ruqyah dan kepala suku itu pun sembuh. Lalu kepala suku itu memerintahkan agar ia diberi tiga puluh ekor kambing dan kami diberi minum susu. Setelah kembali kami bertanya kepadanya “Apakah engkau pandai meruqyah atau pernah? Maka ia menjawab “Aku tidak meruqyah kecuali dengan Ummul Kitab al-Fatihah. Kami katakan”Jangan lakukan apa pun hingga kita menemui Rasulullah dan menanyakan hal ini kepada beliau. Sesampainya di Madinah kami menceritakan hal itu kepada Nabi saw , maka baginda bersabda وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ أَصَبْتُمْ اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِي مَعَكُمْ بِسَهْمٍ "Apakah kamu tidak tahu bahwa itu adalah ruqyah? Dan kalian telah mendapatkan imbalan darinya, maka bagilah dan berilah bagian untukku." Hadits lain. Diriwayatkan oleh imam Muslim dalam kitab Shahihnya dan an-Nasa’i dalam Sunannya dari Ibnu Abbas ia berkata “Ketika Rasulullah saw tengah bersama Malaikat Jibril, tiba-tiba terdengar suara keras dari atas. Maka Jibril mengarahkan pandangannya ke langit seraya berkata “Itu adalah dibukanya sebuah pintu di langit yang belum pernah dibuka sebelumnya.” Ibnu Abbas melanjutkan “Dari pintu itu turunlah satu Malaikat dan menemui Nabi saw seraya berkata “Sampaikanlah kabar gembira kepada ummatmu tentang dua cahaya. Kedua cahaya itu telah diberikan kepadamu dan belum pernah diturunkan kepada seorang Nabi pun sebelummu, yaitu Faatihatul Kitaab dan beberapa ayat terakhir surat al-Baqarah. Tidaklah engkau membaca satu huruf darinya melainkan akan diberikan pahala bagimu.” Ini adalah lafazh dalam riwayat an-Nasa’i dan riwayat Muslim senada dengannya. HUKUM MEMBACA AL-FATIHAH DALAM SHALAT Hadits lain, diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Hurairah dari Nabi saw, beliau bersabda مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ» ثَلَاثًا غَيْرُ تَمَامٍ. فَقِيلَ لِأَبِي هُرَيْرَةَ إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الْإِمَامِ؟ فَقَالَ اقْرَأْ بِهَا فِي نَفْسِكَ»؛ فإنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ " قَالَ اللهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}، قَالَ اللهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}، قَالَ اللهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ}، قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي - وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي - فَإِذَا قَالَ {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ}قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ}قَالَ هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ. "Barangsiapa shalat tanpa membaca Ummul Qur'an, maka shalatnya tidak sempurna, tidak sempurna, tidak sempurna.” Abu Hurairah di Tanya; Bagaimana bila kami berada di belakang imam?’ Dia menjawab; Bacalah Al Fatihah dengan suara lirih, karena aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda “Allah berfirman 'Aku membagi shalat antara Aku dengan hambaKu setengah-setengah, dan hambaku mendapatkan apa yang dia minta. Apabila seorang hamba membaca; 'Alhamdulillahi rabbil 'alamin.’ Allah menjawab; Hamba-Ku telah memuji-Ku.’ ketika seorang hamba membaca; Arrahmaanir rahiim.’ Allah berfirman; Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.’ ketika seorang hamba membaca; Maaliki yaumid diin.’ Allah berfirman; Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku.’ ketika seorang hamba membaca; Iyyaaka na'budu wa iyyaka nasta'iin.’ Allah berfirman; Inilah bagian-Ku dan bagian hamba-Ku, sedangkan bagi hamba-Ku apa yang di mintanya.’ ketika seorang hamba membaca; Ihdinash shiraathal mustaqiim, shiraathal ladziina an'amta 'alaihim ghairil maghdluubi 'alaihim waladl dllaallliin.’ Allah berfirman; Inilah bagian dari hamba-Ku, dan baginya apa yang di minta.’" Demikianlah yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i, dalam lafazh riwayat Muslim dan an-Nasa’i disebutkan فنصفها ليى ونصفها لعبدي ولعبدي ما سأل Setengahnya untuk-Ku dan setengah lagi untk hambaku, dan untuk hamba-Ku apa yang ia minta PEMBAHASAN TENTANG HADITS INI, KHUSUSNYA BEBERAPA HAL TERKAIT AL-FATIHAH Dalam hadits ini al-Fatihah disebut juga dengan Shalaah maksudnya bacaan. Seperti firman Allah ta’ala وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” Maksudnya “bacaanmu”, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas. Demikian juga Allah berfirman dalam hadits qudsi ini “Aku telah membagi Shalah bacaan al-Fatihah menjadi dua bagian antara diri-Ku dan hamba-Ku. Separuh untuk diri-Ku dan separuh untuk hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.” Kemudian Allah menjelaskan pembagian itu secara rinci dalam bacaan al-Fatihah. Ini menunjukkan agungnya bacaan al-Fatihah dalam shalat dan itu merupakan rukun yang utama. Di sini disebutkan ibadah shalat sedang yang dimaksud adalah satu bagian darinya yaitu bacaan shalat. Sebagaimana disebutnya kata qur’aan bacaan, sedangkan yang dimaksud adalah shalat, seperti dalam firman Allah وَقُرْآنَ الْفَجْرِ ۖ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا “Dan dirikanlah pula shalat subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan oleh malaikat. Sebagaimana disebutkan secara jelas dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim “Shalat Subuh itu disaksikan oleh Malaikat malam dan Malaikat siang. WAJIBNYA MEMBACA AL-FATIHAH DALAM SHALAT BAIK SEBAGAI IMAM, MAKMUM ATAUPUN SHALAT SENDIRIAN Seluruh penjelasan di atas menunjukkan bahwa bacaan al-Fatihah dalam shalat merupakan hal wajib menurut kesepakatan para ulama. Hal ini ditunjukkan oleh hadits yang telah disebutkan sebelumnya, yakni sabda Rasulullah saw Yang dimaksud dengan khidaj adalah kurang, yakni tidak sempurna sebagaimana dijelaskan dalam lanjutan hadits tersebut dengan kata-kata غير تمام. Disebutkan juga dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, sebuah hadits dari Ubadah bin ash-Shamit  ia berkata “Rasulullah saw bersabda Demikian pula hadits yang tercantum dalam Shahih Ibni Khuzaimah dan Shahih Ibnu Hibban dari Abu Hurairah  ia berkata Rasulullah saw bersabda Hadits-hadits dalam bab ini sangatlah banyak. [Maka setiap orang yang shalat wajib membaca Fatihatul Kitaab baik ia sebagai imam, makmum ataupun shalat munfarid sendirian dalam setiap shalat dan dalam setiap raka’at, dan itu menjadi suatu kemestian]. TAFSIR AL-ISTI’AADZAH DAN HUKUM-HUKUMNYA Allah  berfirman خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ “Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan Maka berlindunglah kepada Allah.” QS. Al-A’raaf 199-200. Allah juga berfirman ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ ۚ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ “Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan. Dan Katakanlah "Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan aku berlindung pula kepada Engkau Ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku." Allah ta’ala berfirman وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar. Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, Maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” QS. Fushshilat 34-36. Tidak ada ayat lain yang memiliki makna seperti tiga ayat di atas. Allah  memerintahkan manusia agar beramah tamah dengan musuh dari kalangan manusia agar dan berbuat baiki kepadanya sehingga bisa mengembalikannya kepada tabi’at asalnya, dalam berteman dan berkasih sayang. Sebaliknya, Allah memerintahkan agar memohon perlindungan kepada-Nya dari syaitan jenis jin dan tidak ada cara selainnnya. Karena dia tidak menerima ramah tamah maupun kebaikan. Ia tidak menghendaki sesuatu pun, kecuali kebinasaan anak Adam. Hal ini disebabkan karena kerasnya permusuhan antara dia dengan anak Adam, sebagaimana firman Allah  يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا ۗ إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ ۗ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ “Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.” QS. Al-A’raf27. Allah juga berfirman إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا ۚ إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia musuhmu, karena Sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” 6. Dan Allah berfirman وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ ۗ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ ۚ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا “Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat "Sujudlah kamu kepada Adam[884], Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, Maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil Dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti dari Allah bagi orang-orang yang zalim.” Syaitan telah bersumpah kepada bapak kita Adam  bahwa dia adalah pemberi nasihat baginya, padahal dia berdusta. Lalu bagaimana pula mu’malah syaitan dengan kita? Sementara mereka telah berkata قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ “Iblis menjawab "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.” 82-83. Allah juga berfirman فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ “Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaanNya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaanNya syaitan hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya Jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.” QS. An-Nahl 98-100. ISTI’AADZAH SEBELUM MEMBACA AL-QUR’AN Makna firman Allah  فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ”Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” Yakni jika engkau hendak membaca, maka sebelumnya bacaalah isti’aadzhah a’uudzu billah minasy syaithaanir rajiim sebagaimana firman Allah  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu.” 6. Yakni jika engkau mengerjakan shalat, maka berwudhu’lah terlebih dahulu. Hal ini juga berdasarkan hadits-hadits Nabi saw Imam Ahmad bin Hambal  meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Sa’id al-Khudri , ia berkata “Apabila Rasulullah saw hendak mengerjakan shalat malam, maka beliau membuka shalatnya dengan bertakbir seraya mengucapkan سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ “Mahasuci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Maha Agung Nama-Mu dan Mahatinggi kemuliaan-Mu. Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau.” Kemudian beliau membaca لا إله إلا الله sebanyak tiga kali. Setelah itu beliau mengucapkan أَعُوذُ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ “Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari syaitan yang terkutuk, dari godaan, tiupan dan hembusannya.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh para penulis kitab Sunan yang empat. At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits paling masyhur dalam masalah ini. Kata al-hamz ditafsirkan dengan cekikan yang menyebabkan kematian, kata an-nafkh ditafsirkan dengan kesombongan dan an-nafth dengan sya’ir. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah dari Jubair bin Muth’im dari ayahnya, ia berkata “Aku melihat Rasulullah saw ketika mulai mengerjakan shalat, beliau mengucapkan اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا ثَلَاثَا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا ثَلَاثَا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا ثَلَاثَا، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ “Allahu Akbar kabiiraa Allah Mahabesar, sebanyak tiga kali, Alhamdulillaahi kathira segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak sebanyak tiga kali dan Subhanallah bukratan wa shiila Mahasuci Allah di waktu pagi dan petang sebanyak tiga kali. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ganguan syaitan yang terkutuk, dari godaan, tiupan dan hembusannya.” Amr berkata “Makna al-hamz adalah cekikan yang menyebabkan kematian, an-nafkh adalah kesombongan dan an-nafth adalah sya’ir.” Ibnu Majah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ali bin al-Mundzir, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudhail, telah menceritakan kepada kami Atha’ bin as-Sa’ib dari Abu Abdirahman as-Sulami dari Ibnu Mas’ud dari Nabi saw, beliau bersabda اللهم إنى أَعُوذُ بِك مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ganguan syaitan787 Ibnu Majah berkata, “Al-hamz artinya al-mautah cekikan yang menyebabkan kematian, an-nafkh adalah kesombongan dan an-nafth adalah sya’ir. MEMBACA TA’AWWUDZ KETIKA MARAH Al-Hafiz Abu Ya’la Ahmad bin Ali bin Al-Mutsanna Al Musholi meriwayatkan dalam kitab Musnahnya dari Ubay Bin ka'ab , ia berkata “ Dua orang laki-laki bertengkar di hadapan Nabi , hidung salah seorang dari keduanya mengembang dan mengempis karena marah. Maka beliau bersabda “ Sesungguhnya aku mengetahui suatu kalimat yang jika ia mengucapkannya, niscaya akan hilang semua yang ia rasakan. Yaitu ucapan أعوذ بالله من الشيطان الرجيم “ audzubillahi minas syaiton nirojim Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk . ” Demikian yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i dalam kitab Amalul Yaum wal Lailah. Al-Bukhari meriwayatkan dari Sulaiman Shurad  ia berkata “ Ada dua orang laki-laki saling mengejek di hadapan Nabi , sedang kami duduk di hadapan beliau. Salah seorang dari keduanya mengejek yang lainnya dalam keadaan marah dan wajah yang memerah. Maka Rasulullah  bersabda إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا ذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ، لَوْ قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ “Sesungguhnya aku mengetahui suatu kalimat yang jika ia mengucapkannya niscaya akan hilang kemarahannya yaitu ucapan a'udzu billahi minas syaiton nirojim Aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk .” Maka para sahabat berkata kepada orang itu “ Tidakkah engkau apa yang disabdakan ya Rasulallah? ” orang itu menjawab sesungguhnya aku bukanlah orang yang kurang akal.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud dan An-Nasa'i. Masih banyak hadits-hadits yang menyebutkan tentang isti'adzah ini yang terlalu panjang pembahasannya jika disebutkan di sini, tempat pembahasannya dalam kitab al-Adzkar kumpulan dzikir dan Fadhoil al-A’mal amalan-amalan yang utama, wallahua’lam. ISTI’AADZAH WAJIB ATAUKAH SUNNAH MASALAH Jumhur ulama berpendapat bahwa isti'adzah itu hukumnya sunnah bukan suatu kewajiban yang jika seseorang meninggalkannya ia berdosa. Imam ar Razi menceritakan dari Atha' bin Abi Rabah tentang wajibnya isti'adzah dalam shalat atau di luar shalat ketika membaca Al-Qur’an. Ar-Razi berhujjah dengan riwayat Atha' dengan makna Zahir ayat ﭽ ﮠﭼ “Maka hendaklah kamu meminta perlindungan.” Ini adalah perintah yang zhahirnya menunjukkan wajib. Juga karena nabi  rutin melakukannya. Juga karena isti'adzah dapat menolak keburukan syaitan. Sedangkan suatu perkara yang tidak sempurna sebuah kewajiban kecuali dengannya, maka perkara itu pun wajib. Disamping itu isti'adzah menunjukkan kehati-hatian. Maka, Jika seorang yang berlindung mengucapkan “Auudzu billaahi minasy syaitonir rojiim, ” maka cukup baginya. SEBAGIAN RAHASIA ISTI’AADZAH Diantara manfa'atnya adalah untuk mensucikan mulut dari kata-kata yang sia-sia dan kotor juga mengharumkan nya dari semua itu. Isti'adzah digunakan untuk membaca firman-firman Allah. Isti'adzah mengandung arti memohon pertolongan kepada Allah, mengakui kekuasaannya sekaligus kelemahan dirinya sebagai seorang hamba dan sebuah pengakuan ketidakberdayaan lawan sejati yang tersembunyi di mana seorang pun tidak mampu menolak & mengusirnya kecuali Allah yang telah menciptakannya. Di mana syaitan tidak bisa diajak berpura-pura juga tidak bisa dipengaruhi dengan kebaikan. Berbeda dengan musuh jenis manusia. Sebagaimana yang telah ditunjukkan tentang hal itu dalam 3 ayat di surat-surat Al-Matsani yaitu Al A'raf 200, al-Mu'minun 97, Fushilat 35, dan firman Allah ta'ala إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ ۚ وَكَفَىٰ بِرَبِّكَ وَكِيلًا “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. dan cukuplah Tuhan-mu sebagai Penjaga.” Malaikat Allah turun untuk memerangi musuh dari kalangan manusia, maka barangsiapa dibunuh oleh musuh dari kalangan manusia yang terlihat ia mati syahid. sebaliknya, barang siapa yang terbunuh oleh musuh tak terlihat syaitan maka ia menjadi terusir. Barang siapa yang dikalahkan oleh musuh nyata ia mendapatkan pahala, sebaliknya barang siapa dikalahkan oleh musuh yang tidak terlihat maka tertipu dan menanggung dosa. Ketika syaitan melihat manusia dan manusia tidak bisa melihatnya maka ia meminta pertolongan kepada yang melihat setan dan setan tidak bisa melihatnya Allah. Pasal Isti'adzah artinya memohon perlindungan dan bersandar kepada Allah dari kejahatan segala yang jahat. Kata al-'iyaadzah digunakan untuk mohon pertolongan dalam menolak kejahatan, sedangkan kata al-liyaadz untuk memohon pertolongan dalam meraih kebaikan. MAKNA ISTI’ADZAH Makna Au’dzu billahi minasy syaitonir rojiim adalah aku memohon perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk agar ia tidak membahayakan diriku dalam urusan agama dan duniaku, atau menghalangiku untuk mengerjakan apa yang engkau perintahkan atau menyuruhku untuk mengerjakan apa yang engkau larang. Karena tidak ada yang mampu mencegah godaan syaitan dari manusia kecuali Allah. Oleh karena itu, Allah memerintahkan agar membujuk syaitan dari jenis manusia dan berbuat baik kepadanya agar dapat merubah tabi’at dan kebiasaannya mengganggu. Akan tetapi, Allah memerintahkan berlindung kepadanya dari syaitan bangsa jin, karena ia tidak menerima pemberian dan tidak dapat diberikan iming-iming juga tidak terpengaruh dengan kebaikan. Tabiat mereka jahat dan tidak ada yang dapat mencegahnya kecuali yang telah menciptakannya. Inilah makna yang terkandung dalam tiga ayat al-qur'an di mana saya tidak mengetahui ada ayat ke 4 yang semakna. Yaitu firman Allah dalam surat al-A'raf خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ “Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. QS. Al-A’raaf 199 Ayat di atas berkenaan dengan mu’amalah terhadap musuh dari kalangan manusia. Dilanjutkan dengan firman-Nya وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ”Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan Maka berlindunglah kepada Allah.” QS. Al-A’raaf 200. Allah berfirman dalam surat al-Mu’minun ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ ۚ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ وَقُل رَّبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَن يَحْضُرُونِ “Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan. Dan Katakanlah "Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan aku berlindung pula kepada Engkau Ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku." 96-98. Allah berfirman dalam surat Fushshilat وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar. Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, Maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui. 34-36. ASAL PENAMAAN SYAITAN Dalam bahasa Arab, kata syaitan berasal dari شَطَنَ yang berarti jauh, artinya tabiat syaitan beda jauh dari tabi’at manusia. Juga karena jauh dari kebaikan karena sifat fasiqnya. Ada juga yang mengatakan bahwa kata syaitan itu jelaskan berasal dari kata شَاطَ terbakar, karena ia diciptakan dari api. Ada juga yang mengatakan bahwa kedua makna tersebut benar akan tetapi makna pertama lebih tepat. Menurut Sibawaih, orang Arab mengatakan تَشَيْطَنَ فُلانٌ apabila si fulan itu berbuat seperti perbuatan syaitan. Jika kata syaitan itu berasal dari kataشَاطَ tentunya mereka akan mengatakan تَشَيَّطَ, maka menurut pendapat yang benar, kata syaitan berasal kataشَطَنَ yang berarti jauh. Oleh karena itu mereka menyebut setiap yang durhaka baik dari kalangan jin, manusia maupun hewan dengan sebutan syaitan. Allah  berfirman وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا ۚ وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ “Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan dari jenis manusia dan dan jenis jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” Dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan sebuah hadits dari Abu Dzar , ia berkata “Rasulullah  bersabda يَا أَبَا ذَرٍّ تَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّ شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلِلْإِنْسِ شَيَاطِينُ قَالَ نَعَمْ "Wahai Abu Dzar, berlindunglah pada Allah dari gangguan setan manusia dan jin." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah ada setan dari manusia?" Beliau menjawab "Ya." Dalam Shahih Muslim diriwayatkan sebuah hadits yang juga dari sahabat Abu Dzar, ia berkata “Rasulullah  bersabda يَقْطَعُ صَلَاتَهُ الْحِمَارُ وَالْمَرْأَةُ وَالْكَلْبُ الْأَسْوَدُ قُلْتُ يَا أَبَا ذَرٍّ مَا بَالُ الْكَلْبِ الْأَسْوَدِ مِنْ الْكَلْبِ الْأَحْمَرِ مِنْ الْكَلْبِ الْأَصْفَرِ قَالَ يَا ابْنَ أَخِي سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا سَأَلْتَنِي فَقَالَ الْكَلْبُ الْأَسْوَدُ شَيْطَانٌ “Shalatnya akan terputus oleh keledai, wanita, dan anjing hitam.' Aku bertanya, 'Wahai Abu Dzarr, apa perbedaan anjing hitam dari anjing merah dan kuning? Dia menjawab, 'Aku pernah pula menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam sebagaimana kamu menanyakannya kepadaku, maka jawab beliau, 'Anjing hitam itu syaitan.” Ibnu Jariri  meriwayatkan bahwa sayyidina Umar bin al-Khattab  menaiki kuda besar dan gagah, namun kuda itu berjalan dengan lagak, maka beliau memukulnya, akan tetapi malah bertambah lagak jalannya, sehingga beliau turun dari kuda tersebut. Beliau berkata “Tidaklah kalian membawakan kepadaku kecuali syaitan. Aku tidak turun darinya hingga aku mengingkari.” MAKNA AR-RAJIIM Ar-rajiim berwazan فعيل subyek bermakna مفعول obyek. Maknanya bahwa syaitan itu dikutuk dan dijauhkan dari segala kebaikan. Sebagaimana firman Allah  وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ ۖ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ “Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.” Allah  berfirman إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِدٍ لَا يَسَّمَّعُونَ إِلَى الْمَلَإِ الْأَعْلَىٰ وَيُقْذَفُونَ مِنْ كُلِّ جَانِبٍ دُحُورًا ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ وَاصِبٌ إِلَّا مَنْ خَطِفَ الْخَطْفَةَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ ثَاقِبٌ “Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, Yaitu bintang-bintang. Dan telah memeliharanya sebenar-benarnya dari Setiap syaitan yang sangat durhaka. Syaitan syaitan itu tidak dapat mendengar-dengarkan pembicaraan Para Malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal. Akan tetapi Barangsiapa di antara mereka yang mencuri-curi pembicaraan; Maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang.” Firman Allah  وَلَقَدْ جَعَلْنَا فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَزَيَّنَّاهَا لِلنَّاظِرِينَ وَحَفِظْنَاهَا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ إِلَّا مَنِ اسْتَرَقَ السَّمْعَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ مُبِينٌ “Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang di langit dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandang Nya. Dan Kami menjaganya dari tiap-tiap syaitan yang terkutuk. Kecuali syaitan yang mencuri-curi berita yang dapat didengar dari malaikat lalu Dia dikejar oleh semburan api yang terang.” QS. Al-Hijr16-18 Dan ayat-ayat lainnya. Ada yang berpendapat bahwa kata رجيم bermakna راجم yang melempar. Karena syaitan melemparkan kepada manusia rasa waswas dan bisikan. Hanya saja makna yang pertama lebih masyhur dan lebih tepat. AL-FATIHAH, AYAT 1 Para Sahabat memulai Kitabullah dengan Basmalah. Para ulama sepakat bahwa بسم الله الرحمن الرحيم merupakan salah satu ayat dari surat an-Naml. Tetapi mereka berbeda pendapat, apakah ia merupakan ayat yang berdiri sendiri pada setiap awal surat, atau merupakan bagian dari awal masing-masing surat yang ditulis pada pembukaannya, atau merupakan salah satu ayat dari setiap surat. Di antara Sahabat yang menyatakan bahwa basmalah adalah ayat dari setiap surat kecuali surat at-Taubah adalah Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Zubar, Abu Hurairah dan Ali. Sedangkan dari kalangan Tabi’in adalah Atha’, Thawus, Sa’id bin Jubair, Makhul dan az-Zuhri. Hal yang sama juga dikatakan oleh Abdullah Ibnu Mubaral. Imam asy-Syafi’I, Ahmad bin Hambal menurut satu riwayat, Ishaq bin Rahawaih, dan Abu Ubaid al-Qasim bin Salam. Sedangkan Malik dan Abu Hanifah dan ulama yang sependapat dengannya mengatakan bahwa basmalah tidak termasuk ayat dari surat al-Fatihah, tidak juga surat-surat yang lain. Menurut Daud, basmalah terletak pada awal setiap surat akan tetapi bukan bagian darinya. Demikian pula menurut satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hambal. HUKUM JAHR DIKERASKAN DAN ISRAAR DIPELANKAN BASMALAH KETIKA SHALAT JAHRIYAH Mengenai bacaan basmalah secara jahr, maka yang berpendapat bahwa basmalah itu bukan termasuk ayat surat al-Fatihah, maka membacanya tidak jahr . Demikian juga yang mengatakan bahwa basmalah adalah satu ayat dari awal al-Fatihah. Adapun mereka yang berpendapat bahwa basmalah merupakan bagian pertama dari setiap surat, dalam hal ini mereka berbeda pendapat. Imam Syafi’I  berpendapat bahwa basmalah dibaca secara jahr bersama al-Fatihah dan juga surat-surat lainnya. Inilah mdzhab sekelompok Sahabat, Tabi’in serta pendapat ulama Salaf maupun Khalaf. Di antara Sahabat yang membacanya secara jahr adalah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan Mu’wiyah . Ibnu Abdil Barr dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Umar dan Ali. Al-Khatib meriwayatkan termasuk khalifah yang empat yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Akan tetapi riwayat ini ghariib. Sedangkan dari Tabi’in diantaranya Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Abu Qilabah, az-Zuhri, Ali bin al-Hasan dan putranya Muhammad bin Ali, Sa’id bin al-Musayyab, Atha’, Thawus, Mujahid, Salim, Muhammad bin Ka’ab al-Quradzi, Abu Bakar bin Muhammad Amr bin Hazm, Abu Wa-il, Ibnu Sirin, Muhammad bin al-Munkadir, Ali bin Abdillah bin Abbas dan anaknya yakni Muhammad, Nafi’ maula Ibnu Umar, Zaid bin Aslam, Umar bin Abdil Aziz, al-Azraq bin Qais, Habib bin Abi Tsabit, Abu asy-Sya’tsa’, Makhul dan Abdullah bin Ma’qil bin Muqrin. Al-Baihaqi menambahkan Abdullah bin Shafwan dan Muhammad bin al-Hanafiyah. Sementara Ibnu Abdil Barr menambahkan Amr bin Dinar. Adapun dalilny adalah karena basmalah bagian dari al-Fatihah. Maka ia pun dibacar keras seperti ayat-ayat lainnya. Demikian juga telah diriwayatkan oleh an-Nasa’i dalam kitab Sunan, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih mereka, serta al-Hakim dalam al-Mustadrak dari Abu Hurairah  bahwasanya beliau mengerjakan shalat dan membaca basmalah secara jahr. Setelah selesai beliau mengatakan “Aku yang paling mirip sholatnya dengan Rasulullah  di banding kalian.” Hadits ini dishahihkan oleh ad-Daaruquthni, al-Khatib, al-Baihaqi dan yang lainnya. Dalam Shahih Bukhari disebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik , bahwa beliau pernah ditanya tentang shalat Rasulullah , maka beliau menjawab “Bacaan beliau itu sesuai dengan panjang pendeknya.” Kemudian Anas membaca bismillahirahmaanirahiim, dengan memanjangkan kalimat bismillah, lalu ar-Rahmaan dan ar-Rahiim Diriwayatkan dalam Musnad Imam Ahmad, Sunan Abi Daud, Shahih Ibnu Khuzaimah dan Mustadrak al-Hakim dari Ummu Salamah , beliau berkata “Rasulullah  memutus-mutus bacaan beliau di setiap akhir ayat”Bismillaahir rahmaanir rahiim. Alhamdulillaahi Rabbil aalamiin. Ar-rahmaanir rahiim. Maaliki yaumiddiin.” Imam al-Daruquthni mengatakan, “Sanad-sanadnya shahih.”Imam Syafi’I dan al-Hakim dalam kitab Mustadraknya meriwayatkan dari Anas, bahwasanya Mu’awiyah mengerjakan shalat di Madinah dan beliau meninggalkan basmalah tidak mengeraskan bacaannya, maka para Sahabat Muhajirin mengingkarinya. Kemudian Mu’awiyah mengerjakan shalat untuk kedua kalinya dengan membaca basmalah secara jahr.” Semua hadits dan atsar yang kami sebutkan di atas kiranya sudah cukup menjadi hujjah bagi pendapat ini atas pendapat yang menentangnya. Adapun tentang riwayat-riwayat lain yang bertentangan dan asing, tentang jalur-jalurnya, mengetahui kecacatannya, kedhaifannya serta penetapannya dijelaskan pada tempat yang lain. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa basmalah tidak dibaca jahr dalam shalat. Inilah pendapat yang shahih dari Khalifah yang empat, Abdullah bin Mughaffal, dan beberapa golongan ulama salaf dari kalangan Tabi’in dan ulama khalaf. Ini pula yang menjadi pendapat madzhab Abu Hanifah, ats-Tsauri dan Ahmad bin Hambal. Adapun menurut Imam Malik, basmalah tidak dibaca sama sekali, baik secara jahr maupun sirr. Mereka berdalil dengan hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim dari Aisyah , beliau berkata “Rasulullah  membuka shalat dengan takbir dan bacaan alhamdu lillaahi Rabbil aalamiin.” Diriwayatkan pula dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dari Anas bin Malik, ia menceritakan”Aku pernah shalat di belakang Nabi , Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Mereka semua membuka shalat dengan bacaan alhamdu lillaahi Rabbil aalamiin.” Menurut riwayat Muslim” Mereka tidak menyebutkan “Bismillaahirrrahmaanirahiim” pada awal bacaan dan tidak juga pada akhirnya.” Hal yang sama juga terdapat dalam kitab-kitab Sunan diriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal . Demikianlah dasar-dasar pengambilan pendapat para imam mengenai masalah ini. Pendapat mereka tidaklah jauh berbeda, karena mereka semua sepakat bahwa orang yang shalat, baik membaca basmalah secara jahr maupun secara sirr keduanya adalah sah. Segala puji dan karunia hanyalah milik Allah . Pasal KEUTAMAAN BASMALAH Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya meriwayatkan dari seorang Sahabat yang membonceng Nabi , ia berkata “ لَا تَقُلْ تَعِسَ الشَّيْطَانُ، فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ تَعِسَ الشَّيْطَانُ، تَعَاظَمَ، وَقَالَ بِقُوَّتِي صَرَعْتُهُ، وَإِذَا قُلْتَ بِسْمِ اللهِ، تَصَاغَرَ حَتَّى يَصِيرَ مِثْلَ الذُّبَابِ “Janganlah engkau mengucapkan Celakalah syaitan.’ Karena jika engkau mengucapkannya, maka ia akan membesar dan berkata dengan kekuatannku, aku akan jatuhkan dia.’ Jika engkau mengucapkan bismillah, maka ia akan menjadi kecil hingga seperti seekor lalat.” An-Nasa’i juga meriwayatkan dalam kitab Amalul Yaum wal Lalilah dan Ibnu Mardawaih dalam kitab tafsirnya dari Usamah bin Umair, ia berkata”Aku pernah dibonceng oleh Nabi ,” lalu ia menyebutkan kejadiannya, dan Nabi  bersabda لَا تَقُلْ تَعِسَ الشَّيْطَانُ فَإِنَّهُ يَتعاَظَمُ حَتَّى يَكون كالْبَيْتِ وَيَقُولُ بِقُوَّتِي صَرَعْتُهُ , وَلَكِنْ قُلْ بِسْمِ اللهِ فَإِنَّهُ يَصْغُرُ حَتَّى يَكونَ كالذُّبَابَةِ “Jangan mengucapkan itu, karena syaitan akan membesar seperti rumah. Akan tetapi ucapkanlah Bismillah’, niscaya ia akan menjadi kecil seperti lalat.” Ini merupakan pengaruh dari keberkahan bismillah. DISUNNAHKAN MEMBACA BASMALAH SEBELUM MEMULAI SETIAP PEKERJAAN Oleh karena itu disunnahkan membaca basmalah pada awal setiap ucapanh maupun perbuatan. Disunnahkan juga membacanya pada awal khutbah berdasarkan dalil yang ada. Juga disunnahkan membacanya sebelum masuk ke kamar kecil, berdasarkan hadits dalam masalah ini. Demikian juga sebelum berwudhu’ berdasarkan hadits dalam Musnad Imam Ahmad dan juga dalam kitab-kitab Sunan dari riwayat Abu Hurairah, Sa’id bin Zaid dan Abu Sa’id  secara marfu’, Rasulullah  bersabda لا وضوءَ لِمَن لم يَذكُرِ اسمَ الله عليه “Tidak sempurna wudhu’ yang tidak menyebut Nama Allah mengucapkan basmalah padanya.” Hadits ini hadits hasan. Demikian pula disunnahkan membacanya sebelum makan, berdasarkan hadits dari Shahih Muslim, bahwa Rasulullah  pernah bersabda kepada anak tiri beliau, Umar bin Abi Salamah قل بسْمَ اللهِ وكُلْ بِيَمِينِكَ، وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ “Ucapkan bismillah’, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang dekat darimu.” Disunnahkan juga membacanya ketika hendak berhubungan suami istri, berdasarkan hadits dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dari Ibnu Abbas , bahwa Rasulullah  bersabda لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا، فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا “Seandainya salah seorang dari kalian hendak menggauli isterinya ia membaca “Bismillah, Allahumma jannibnasy syaithaan wa jannibisy syaitaan maa razaqtanaa Dengan menyebut Nama Allah, jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau anugerahkan kepada kami, maka jika Allah menakdirkan lahirnya anak, maka anak itu tidak akan diganggu oleh syaitan selamanya.” DENGAN PERKATAAN APA LAFADZ BISMILLAH’ BERSANDAR Dari uraian yang telah lalu jelaslah bagi kita bahwa dua pendapat di kalangan ahli Nahwu dalam masalah apa yang dikaitkan dengan huruf ba’ pada ucapan bismillah, apakah ia isim kata benda atau kah fi’il kata kerja, bahwa pendapat keduanya menyerupai. Kedua pendapat tersebut terdapat landasan di dalam al-Qur’an. Adapun jika mengaitkannya dengan kata benda, maka taqdir kalimatnya adalah perkataan bismillah ibtidaa’i dengna menyebut Nama Allah permulaanku melakukan sesuatu perbuatan. Seperti firman Allah  وَقَالَ ارْكَبُوا فِيهَا بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا ۚ إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ “Dan Nuh berkata "Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya." Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Adapun mengaitkannya dengan kata kerja, baik bentuk perintah maupun berita, misalnya ibda’ bismillah mulailah dengan menyebut Nama Allah atau ibtada’tu bismillah’ aku memulai dengan bismillah, maka seperti firman Allah  اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan.” 1 Keduanya benar, karena fi’il pasti memiliki mashdar kata dasar. Maka engkau mentaqdirkan fi’il dan mashdarnya. Ia berkaitan dengan fi’il yang engkau sebutkan sebelumnya, seperti kata qiyaman berdiri, qu’uudan duduk, aklan makan, wudhu’an wudu’, atau shalatan shalat. Maka yang disyari’atkan adalah menyebut Nama Allah sebelum memulai semua itu, untuk meraih berkah, kebaikan dan pertolongan agar pekerjaan itu sempurana dan dapat diterima. Wallahu a’lam. MAKNA LAFDZUL JALALAH الله Allah merupakan nama untuk al-Rabb tabaaraka wa ta’aala. Dikatakan bahwa Allah nama yang paling agung, karena nama itu menyandang semua sifat. Sebagaimana Allah berfirman هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ ۖ هُوَ الرَّحْمَٰنُ الرَّحِيمُ هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ ۚ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ ۖ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ “Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Dengan demikian semua Nama-Nama yang baik itu merupakan sifat-Nya, sebagaimana firman Allah  وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu.” Juga firman Allah قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا “Katakanlah "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna nama-nama yang terbaik dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu". Dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah  bahwa Rasulullah  bersabda إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا، مِائَةً غَيْرَ وَاحِدٍ، مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ “Sesungguhnya Allah memiliki 99 sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barangsiapa menjaganya, niscaya ia masuk Surga.” TAFSIR AR-RAHMAAN AR-RAHIIM Ar-Rahman dan ar-Rahiim meruapakan dua Nama dalam bentuk mubalaghah bermakna lebih yang berasal dari asal kata الرحمة, namun kata rahmaan memiliki makna lebih dalam. Dalam pernyataan Ibnu Jarir, dapat difahami adanya kesapakatan mengenai hal itu. Imam al-Qurthubi berkata “Dalil yang menunjukkan bahwa nama ini musytaq bukan asli yang terbentuk dari kata lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Abdurrahman bin Auf  bahwasanya ia mendengar Rasulullah  bersabda قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا الرَّحْمَنُ وَأَنَا خَلَقْتُ الرَّحِمَ، وَشَقَقْتُ لَهَا مِنَ اسْمِي، فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلَهُ اللهُ، وَمَنْ قَطَعَهَا قَطَعْتُه Allah Azza wa Jalla berfirman “Aku adalah ar-Rahmaan, Aku telah mencipkan rahiim kekerabatan. Aku telah menjadikan untuknya nama dari Nama-Ku. Barangsiapa menyambungnya, maka Aku akan menyambungnya. Dan barang siapa memutuskannya, maka Aku akan memutusnya. Imam al-Qurthubi berkata “Ini merupakan nash yang menunjukkan bahwa nama tersebut musytaq. Sedangkan pengingkaran orang-orang Arab terhadap nama ar-Rahman disebabkan kejahilan mereka tentang Allah dan apa yang wajib bagi-Nya.” Beliau melanjutkan, “Kemudian dikatakan, keduanya memiliki satu makna, misalnya kata nadmaan dan nadiim, demikian dikatakan oleh Abu Ubaid. Ada juga yang mengatakan bahwasanya wazan timbangan kata فعلان tidak seperti فعيل. Karena kata fa’laan tidak digunakan kecuali pada fi’il yang memiliki makna lebih, seperti ucapanmu rajulun ghodhbaan untuk menyebut seorang laki-laki yang kemarahan sedang memuncak. Adapun fa’iil terkadang bermakna فاعل subjek atau مفعول objek. Abu Ali al-Farisi berkata “Ar-Rahmaan merupakan nama yang bersifat umum meliputi segala bentuk rahmat, dan dikhususkan bagi Allah semata. Sedangkan ar-Rahiim ditunjukkan bagi orang-orang yang beriman. Allah berfirman هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۚ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا “Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” QS. Al-Ahzab43. Ibnu Abbas  berkata “Keduanya adalah dua nama yang mengandung kelembutan. Salah satunya lebih lembut dari yang lainnya, yakni lebih banyak mengandung rahmat.” Ibnu Jarir meriwayatkan Telah berkata kepada kami as-Sarii bin Yahya at-Tamimi, telah berkata kepada kami Utsman bin Zufar, aku mendengar al-Azrami berkata tentang ar-Rahmaan ar-Rahiim, ia berkata “Ar-Rahmaan untuk seluruh makhluk dan ar-Rahiim untuk orang-orang yang beriman.” Mereka mengatakan Karena Allah  berfirman الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ “Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy. Dialah yang Maha pemurah.” الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ “yaitu Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy.” 5. Allah menyebutkan istiwa’ bersemayam dengan Nama ar-Rahmaan untuk meliputi seluruh makhluk dengan rahmat-Nya. Adapun tentang makna ar-Rahiim Allah berfirman هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۚ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا “Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.”QS. Al-Ahzab 43. Dalam ayat ini Allah mengkhususkan dengan nama ar-Rahiim, ini menunjukkan bahwa ar-Rahmaan lebih mengandung rahmat karena keumumannya di dunia dan akhirat dan untuk seluruh makhluk-Nya. Adapun ar-Rahiim dikhususkan bagi orang-orang yang beriman. Akan tetapi disebutkan dalam sebuah do’a Rasulullah “Rahman pengasih di dunia dan di akhirat dan Rahiim penyayang pada keduanya. Nama ar-Rahman khusus bagi Allah dan tidak boleh diberikan kepada selain-Nya. Sebagaimana firman Allah  قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا “Katakanlah "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna nama-nama yang terbaik ". Firman Allah  وَاسْأَلْ مَنْ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رُّسُلِنَا أَجَعَلْنَا مِن دُونِ الرَّحْمَٰنِ آلِهَةً يُعْبَدُونَ “Dan Tanyakanlah kepada Rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu "Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah yang Maha Pemurah?.” Az-Zhuruf45 Oleh karena itu ketika Musailamah al-Kadzdzab dengan kesombongnnya menamakan dirinya dengan Rahmaanul Yamamah, maka Allah memakaikan kepadanya pakaian kebohongan dan terkenal dengannya. Dia tidak dipanggil melainkan dengan sebutgan Musailamah si pendusta. Maka jadilah ia lambang kebohongan bagi penduduk kota maupun penduduk desa dari kalangan Arab Badui. Oleh karena itulah didahulukan nama Allah yang tidak bisa penamaan oleh selain-Nya. Menyifatkan Allah terlebih dahulu dengan sifat ar-Rahman yang tidak boleh disandang oleh selain-Nya, sebagaimana firman Allah قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا “Katakanlah "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna nama-nama yang terbaik.” Adapun kepongan Musailamah dengan menamakan dirinya ¬Rahmann al-Yamamah tidak ada yang mengikutinya dalam hal ini kecuali orang yang bersamanya dalam kesesatan. Sementara ar-Rahiim Allah  menyiafatkan juga dengan sifat itu makhluknya. Allah berfirman لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.” QS. At-Taubah 128. Sebagaimana Allah menyifatkan selain-Nya denga Nama-Nya yang lain. Seperti firman Allah إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur[1535] yang Kami hendak mengujinya dengan perintah dan larangan, karena itu Kami jadikan Dia mendengar dan melihat.” QS. Al-Insaan2. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa di antara Nama-Nama Allah ada yang boleh diberikan kepada selain-Nya, dan ada juga yang tidak boleh diberikan , seperti ar-Rahmaan, al-Khaaliq, ar-Razzaaq dan lain sebagainya. Oleh karena itulah, Dia memulai dengan Nama-Nya yang paling terkenal yaitu Allah dan kemudian menyifatinya dengan ar-Rahmaan, karena ar-Rahmaan lebih khusus dan lebih dikenalo daripada ar-Rahiim. Nama yang disebutkan lebih dulu adalah nama yang paling mulia, oleh karena itu Allah memulai dengan menyebutg Nama-Nya yang lebih khusus dan seterusnya. Telah disebutkan dalam hadits Ummu Salamah bahwa Rasulullah  biasa memutus bacaan beliau huruf demi huruf Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillaahi Rabbil’aalamin. Arrahmaanirrahiim. Maalikiyaumiddiin. Maka sebagian ulama pun membacanya demikian. Tetapi di antara mereka ada pula yang menyambungnya antara Basmalah dan ayat aneka ragam penjelasan dari banyak ahli ilmu mengenai isi dan arti surat Al-Fatihah ayat 1 arab-latin dan artinya, moga-moga berfaidah untuk kita bersama. Bantulah dakwah kami dengan mencantumkan hyperlink ke halaman ini atau ke halaman depan
\n \n\n hukum bacaan surat al fatihah
1 Alhamdulillahi rabbil alamin. Artinya adalah segala puji untuk Allah sebagai Tuhan segala semesta alam. Hakikat dan makna dari ayat ini adalah kita sebagai manusia sudah seharusnya memuji Allah sebagai Tuhan bagi segala makhlum yang ada di alam semesta, baik manusia, jin, hewan, tumbuhan, planet, galaksi dan segala yang ada di semesta ini.
Assalamu alaikum teman-teman pembaca, pada kesempatan kali ini kami akan menuliskan artikel yang membahas hukum tajwid pada surat al-fatihah, surat al-fatihah ini adalah surat pertama dalam al-quran yang terdiri dari 7 ayat, surat ini juga adalah surat yang menjadi rukun dalam shalat 5 waktu, nah pada pembahasan kali ini kami akan menafsirkan hukum tajwid per kata yang ada pada surat al-fatihah ini, dengan begitu teman-teman yang sedang belajar hukum tajwid pada surat ini insya allah akan dimudahkan dalam pembelajarannya karena dalam penafsirannya disini sudah kami lengkapi dengan penjelasannya. Mengingat belajar hukum tajwid itu sangat penting disarankan untuk teman-teman yang sedang belajar untuk belajar secara perlahan agar materi yang ada pada pembahasan disini dapat di ingat serta mudah untuk di praktekan pada saat teman-teman membaca surat al-fatihah, sehingga lantunan bacaan ayat dari surat al fatihah yang teman-teman baca nantinya terdengar sangat jelas, bukan hanya hukum tajwidnya saja yang harus dipelajari tetapi makhraj nya juga harus tepat. Nah berikut ini adalah penafsiran hukum tajwid yang telah kami tafsirkan dalam surat al-fatihah, penafsiran hukum tajwid dari surat al fatihah ini kami lakukan bersama guru kami agar dalam penafsirannya tidak terjadi kesalahan, sehingga materi hukum tajwid disini sudah selaras dengan materi tajwid dari kitab yang ada. Hukum tajwid surat al-fatihah LATINNYA 1. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM. 2. ALHAMDULILLAAHIRABBIL AALAMIIN. 3. ARRAHMAANIRRAHIIM. 4. MAALIKIYAUMIDDIIN. 5. IYYAAKANA'BUDU WA IYYAA KANASTA'IIN. 6 IHDIINASH SHIRAATHAL MUSTAQIIM. 7. SHIRAATALLADZIINA AN AM TA 'ALAIHIM GHAIRIL MAGHDHUU BI 'ALAIHIM WALADZOOLLIIN. ARTINYA 1. DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH, MAHA PENYAYANG. 2. SEGALA PUJI BAGI ALLAH 3. YANG MAHA PENGASIH, MAHA PENYAYANG 4. PEMILIK HARI PEMBALASAN. 5. HANYA KEPADA ENGKAU KAMI MENYEMBAH DAN HANYA KEPADA ENGKAU KAMI MEMOHON PERTOLONGAN. 6. TUNJUKILAH KAMI JALAN YANG LURUS. 7. YAITU JALAN ORANG-ORANG YANG TELAH ENGKAU BERI NIKMAT KEPADANYA; BUKAN PULA JALAN MEREKA YANG SESAT. KETERANGAN AYAT 4,6,7 4. Hari pembalasan Hari waktu manusia menerima pembalasan amalnya, baik atau buruk. disebut juga yaumul qiyamah, yaumul hisab, dan sebagainya. 6. Jalan yang lurus, yaitu jalan hidup yang benar, yang dapat membuat bahagiya didunia dan di akhirat. 7. Mereka yang dimurkai, adalah mereka yang sengaja menentang ajaran islam. mereka yang sesat adalah mereka yang sengaja mengambil jalan lain selain ajaran islam. HUKUM TAJWID SURAT AL-FATIHAH 1. Tarqiq Yaitu sebelum lam nya lafadz allah lam jalalah ada huruf yang berbaris kasrah, cara membacanya lafadz allah dibaca tipis panjangnya 2 harakat. 2. Alif elam syamsiyyah Yaitu alif elam bertemu dengan huruf ro huruf syamsiyyah, cara bacanya huruf elam di masukan ke huruf ro huruf syamsiyyah. 3. Mad thabi'i mad asli Yaitu huruf mim bertemu dengan alif yang dibuang, baris vertikal diatas itu menunjukan adanya alif yang dibuang, cara membacanya dibaca panjang 2 harakat. 4. Alif elam syamsiyyah Yaitu alif elam bertemu dengan huruf ro huruf syamsiyyah, cara bacanya huruf elam di masukan ke huruf ro huruf syamsiyyah. 5. Mad aridisukun Yaitu mad thabi'i berhadapan dengan satu huruf yang hidup yang berada di akhir kalimat, huruf yang di akhir kalimat itu mati jika di waqafkan, cara bacanya panjangnya 2 sampai 6 harkat. 6. Alif elam qomariyyah Yaitu alif elam bertemu dengan huruf hamzah huruf Qomariyyah, cara membacanya elam mati dibaca jelas. 7. Dibaca idzhar Yaitu huruf mim mati bertemu dengan huruf dal, cara membacanya suara mim mati dibaca dengan jelas. 8. Tarqiq Yaitu sebelum lam nya lafadz allah lam jalalah ada huruf yang berbaris kasrah, cara membacanya lafadz allah dibaca tipis panjangnya 2 harakat. 9. Alif elam qomariyyah Yaitu alif elam bertemu dengan huruf ain huruf Qomariyyah, cara membacanya elam mati dibaca jelas. 10. Mad thabi'i mad asli Yaitu hruf ain bertemu dengan alif yang dibuang, baris vertikal diatas itu menunjukan adanya alif yang dibuang, cara membacanya dibaca panjang 2 harakat. 11. Mad aridisukun Yaitu mad thabi'i berhadapan dengan satu huruf yang hidup yang berada di akhir kalimat, huruf yang di akhir kalimat itu mati jika di waqafkan, cara bacanya panjangnya 2 sampai 6 harkat. 12. Alif elam syamsiyyah Yaitu alif elam bertemu dengan huruf ro huruf syamsiyyah, cara bacanya huruf elam di masukan ke huruf ro huruf syamsiyyah. 13. Mad thabi'i mad asli Yaitu huruf mim bertemu dengan alif yang dibuang, baris vertikal diatas itu menunjukan adanya alif yang dibuang, cara membacanya dibaca panjang 2 harakat. 14. Alif elam syamsiyyah Yaitu alif elam bertemu dengan huruf ro huruf syamsiyyah, cara bacanya huruf elam di masukan ke huruf ro huruf syamsiyyah. 15. Mad aridisukun Yaitu mad thabi'i berhadapan dengan satu huruf yang hidup yang berada di akhir kalimat, huruf yang di akhir kalimat itu mati jika di waqafkan, cara bacanya panjangnya 2 sampai 6 harkat. 16. Mad thabi'i mad asli Yaitu huruf mim bertemu dengan alif yang dibuang, baris vertikal diatas itu menunjukan adanya alif yang dibuang, cara membacanya dibaca panjang 2 harakat. 17. Alif elam syamsiyyah Yaitu alif elam bertemu dengan huruf dal huruf syamsiyyah, cara bacanya huruf elam di masukan ke huruf dal huruf syamsiyyah. 18. Mad aridisukun Yaitu mad thabi'i berhadapan dengan satu huruf yang hidup yang berada di akhir kalimat, huruf yang di akhir kalimat itu mati jika di waqafkan, cara bacanya panjangnya 2 sampai 6 harkat. 19. Mad thabi'i mad asli Yaitu alif mati sebelumnya ada huruf yang berbaris fatah, cara bacanya dibaca panjangnya 2 harakat. 20. Mad thabi'i mad asli Yaitu alif mati sebelumnya ada huruf yang berbaris fatah, cara bacanya dibaca panjangnya 2 harakat. 21. Mad aridisukun Yaitu mad thabi'i berhadapan dengan satu huruf yang hidup yang berada di akhir kalimat, huruf yang di akhir kalimat itu mati jika di waqafkan, cara bacanya panjangnya 2 sampai 6 harkat. 22. Alif elam syamsiyyah Yaitu alif elam bertemu dengan huruf shod huruf syamsiyyah, cara bacanya huruf elam di masukan ke huruf shod huruf syamsiyyah. 23. Mad thabi'i mad asli Yaitu alif mati sebelumnya ada huruf yang berbaris fatah, cara bacanya dibaca panjangnya 2 harakat. 24. Alif elam qomariyyah Yaitu alif elam bertemu dengan huruf emim huruf Qomariyyah, cara membacanya elam mati dibaca jelas. 25. Mad aridisukun Yaitu mad thabi'i berhadapan dengan satu huruf yang hidup yang berada di akhir kalimat, huruf yang di akhir kalimat itu mati jika di waqafkan, cara bacanya panjangnya 2 sampai 6 harkat. 26. Mad thabi'i mad asli Yaitu alif mati sebelumnya ada huruf yang berbaris fatah, cara bacanya dibaca panjangnya 2 harakat. 27. Alif elam syamsiyyah Yaitu alif elam bertemu dengan huruf elam huruf syamsiyyah, cara bacanya huruf elam di masukan ke huruf elam huruf syamsiyyah. 28. Mad thabi'i mad asli Yaitu ya mati sebelumnya ada huruf yang berbaris kasrah, cara membacanya dibaca panjangnya 2 harakat. 29. Dibaca idzhar Yaitu huruf nun mati bertemu dengan huruf ain, cara membacanya suara nun mati dibaca dengan jelas. 30. Dibaca idzhar Yaitu huruf mim mati bertemu dengan huruf ta, cara membacanya suara mim mati dibaca dengan jelas. 31. Adamul waqfi Yaitu tidak boleh berhenti tidak boleh waqaf. 32. Alif elam qomariyyah Yaitu alif elam bertemu dengan huruf emim huruf Qomariyyah, cara membacanya elam mati dibaca jelas. 33. Mad thabi'i mad asli Yaitu wau mati sebelumnya ada huruf yang berbaris dhamah, cara membacanya dibaca panjangnya 2 harakat. 34. Idzhar safawy Yaitu mim mati bertemu dengan huruf wau huruf idzhar safawy yaitu huruf wau atau fa, cara membacanya mim mati dibaca jelas serta bibir harus rapat. 35. Alif elam syamsiyyah Yaitu alif elam bertemu dengan huruf dhod huruf syamsiyyah, cara bacanya huruf elam di masukan ke huruf dhod huruf syamsiyyah. 36. Mad lazim musaqol kalimi Yaitu mad thabi'i bertemu dengan huruf yang bertadid, cara membacanya berat karena ada huruf yang tasdid, panjangnya 6 harakat. 37. Mad aridisukun Yaitu mad thabi'i berhadapan dengan satu huruf yang hidup yang berada di akhir kalimat, huruf yang di akhir kalimat itu mati jika di waqafkan, cara bacanya panjangnya 2 sampai 6 harkat. Nah teman-teman itulah pembahasan hukum tajwid dari surat al-fatihah ini, ada sedikit tambahan mengenai penjelasan alif elam dibawah ini, agar teman-teman dapat mengerti lebih jauh tentang alif elam. PENJELASAN 1. Alif elam syamsiyyah Mengapa disebut alif elam syamsiah? Karena alif elam syamsiyyah itu artinya matahari, sebab alif elam dibacanya tidak jelas malah menghilang, yang terdengar hanya huruf syamsiyyahnya saja yang ada didepannya, itu tidak ada bedanya seperti kita melihat matahari, bentuk matahari tidak jelas kelihatannya, yang kelihatan hanya cahayanya saja karena silau, berikut ini adalah huruf dari alif elam syamsiyyah Alif elam syamsiyyah 2. Alif elam qomariyyah Kenapa disebut alif elam komariyyah? Karena qomariyyah artinya bulan, dibacanya alif elam itu jelas suara "L" seperti kita melihat bulan, bentuknya bulan terlihat jelas. Alif elam Qomariyyah Nah untuk penjelasan hukum tajwid surat al fatihah ini kami cukupkan sampai disini, jika masih ada yang kebingungan silahkan untuk bertanya kepada kami melalui kontak email yang tersedia, dan perlu diketahui juga dalam mempelajari hukum tajwid ini haruslah sunguh-sungguh, karena hukum tajwid yang teman-teman pelajari tentunya sudah pasti akan di terapkan pada saat membaca al-quran, dalam hukum tajwid ada dari beberapa hukum yang cirinya hampir sama, dalam study kasuspun kasusnya hampir sama ketika anak-anak pengajian ditanya tentang hukum tajwid dalam al-quran terkadang mereka sering salah menyebut karena mungkin ciri dan nama hukumnya hampir sama. Nah kepada teman-teman nantikan update seputar hukum tajwid berikutnya ya, tentunya hanya di blog ini, oh ia silahkan baca juga artikel yang lainnya yang membahas hukum tajwid pada blog ini sebagai bahan pembelajaran dalam menerapkan materi tajwid pada diri teman-teman, dan maafkan jika dalam penulisan terdapat kata-kata yang salah dan kata yang kurang berkenan di hati teman-teman, akhir kata saya ucapkan wasalam.
J. Bacaan QS Al-Fatihah di dalam Shalat Menurut 4 Imam Mazhab. Mazhab Maliki berpendapat bahwa membaca QS. Al-Fatihah itu harus pada setiap rakaat, tak ada bedanya, baik pada rakaat pertama maupun terakhir, baik dalam shalat fardhu maupun shalat sunnah. Basmalah bukan termasuk bagian dari surat, bahkan disunnahkan untuk ditinggalkan.
Assalaamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh. Sobat ngaji sekalian, bagaimana kabar hari ini? Alhamdulillah semua sehat dan tidak kurang dari sesuatu apa pun. Jika ada sobat yang sedang sakit, kami mendoakan semoga segera mendapat kesembuhan. Di siang hari ini, kami akan membahas mengenai hukum tajwid. Kali ini mengenai hukum tajwid dari Surat Al-Fatihah. Sebuah surat di dalam Al-Quran yang sering sekali dibaca oleh tiap kaum tajwid Surat Al-FatihahSetiap kali menjalankan shalat lima waktu pasti dalam setiap rakaatnya membaca Al-Fatihah. Surat yang terdiri dari 7 ayat ini adalah surat ke-1 di dalam Al-Quran. Maka begitu penting kami untuk menganalisis tajwidnya. Untuk lebih jelasnya, kami mengajak sobat semua untuk menyimaknya berikut atau keterangan lengkapnya adalahHukumnya tarqiq sebabnya lafaz Allah didahului oleh huruf hijaiyah mim berharakat kasrah. Cara membacanya alif lam syamsiyah karena huruf alif lam bertemu huruf syamsiyah ra. Dibaca idgham masuk ke huruf ra.Hukumnya mad asli atau mad thabi’i karena huruf mim berharakat fathah tegak dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya panjang selama 2 mad arid lissukun karena huruf mad jatuh sebelum huruf yang diwaqaf. Cara membacanya dengan dipanjangkan 2 sampai 6 alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu huruf ha’. Dibaca dengan idzhar syafawi karena huruf mim sukun bertemu dengan huruf dal. Cara membacanya dengan tarqiq karena lafaz Allah didahului oleh huruf hijaiyah lam berharakat kasrah. Cara membacanya alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu huruf ain. Dibaca secara mad arid lissukun karena huruf mad jatuh sebelum huruf yang diwaqaf. Cara membacanya dengan dipanjangkan 2 sampai 6 mad asli atau mad thabi’i karena huruf mim berharakat fathah tegak dan setelahnya tidak bertemu waqaf, hamzah, sukun, dan tasydid. Cara membacanya panjang 2 alif lam syamsiyah karena huruf alif lam bertemu huruf syamsiyah ra. Dibaca idgham masuk ke huruf ra .Hukumnya mad arid lissukun karena huruf mad jatuh sebelum huruf yang diwaqaf. Cara membacanya dengan dipanjangkan 2 sampai 6 mad asli atau mad thabi’i karena huruf mim berharakat fathah tegak dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya panjang 2 mad lin karena huruf wau sukun didahului oleh huruf ya’ berharakat fathah. Dibaca panjang 2 alif lam syamsiyah karena huruf alif lam bertemu huruf syamsiyah dal. Dibaca idgham masuk ke huruf dal .Hukumnya mad arid lissukun karena huruf mad jatuh sebelum huruf yang diwaqaf. Cara membacanya dengan dipanjangkan 2 sampai 6 mad asli atau mad thabi’i karena huruf ya’ berharakat fathah bertemu alif dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya panjang 2 mad arid lissukun karena huruf mad jatuh sebelum huruf yang diwaqaf. Cara membacanya dengan dipanjangkan 2 sampai 6 alif lam syamsiyah karena huruf alif lam bertemu huruf syamsiyah shad. Dibaca idgham masuk ke huruf shad .Hukumnya mad asli atau mad thabi’i karena huruf ra berharakat fathah bertemu alif dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya panjang 2 alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu huruf mim. Dibaca secara mad arid lissukun karena huruf mad jatuh sebelum huruf yang diwaqaf. Cara membacanya dengan dipanjangkan 2 sampai 6 alif lam syamsiyah karena huruf alif lam bertemu huruf syamsiyah lam. Dibaca idgham masuk ke huruf lam .Hukumnya mad asli atau mad thabi’i karena huruf dzal berharakat kasrah bertemu ya’ sukun dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya panjang 2 idzhar dikarenakan huruf nun sukun bertemu huruf ain. Dibaca jelas tidak berdengung sama idzhar syafawi karena huruf mim sukun bertemu dengan huruf ta. Cara membacanya secara mad lin karena huruf ya’ sukun didahului oleh huruf lam berharakat fathah. Dibaca panjang 2 idzhar syafawi karena huruf mim sukun bertemu dengan huruf ghain. Cara membacanya dengan mad lin karena huruf ya’ sukun didahului oleh huruf ghain berharakat fathah. Dibaca panjang 2 alif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu huruf mim. Dibaca secara mad asli atau mad thabi’i karena huruf dhad berharakat dhamah bertemu wau sukun dan setelahnya tidak bertemu sukun, waqaf, hamzah, dan tasydid. Cara membacanya panjang 2 selama mad lazim kilmi mutsaqqal karena huruf mad bertemu dengan huruf bertasydid dalam satu kata. Cara membacanya panjang 6 mad arid lissukun karena huruf mad jatuh sebelum huruf yang diwaqaf. Cara membacanya dengan dipanjangkan 2 sampai 6 penjelasan untuk hukum tajwid yang terdapat di dalam Al-Quran Surat Al-Fatihah lengkap dari ayat 1 sampai 7. Kiranya analisis tajwid di atas bermanfaat bagi sobat ngaji semuanya. Sebab memang Surat Al-Fatihah ini begitu sering dibaca. Baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Semoga memberi manfaat untuk sobat
MazhabHanbali berpendapat bahwa membaca Basmallah pada surat Al-Fatihah disunnahkan dibaca sirr atau pelan. Minimal dibaca di dalam hati. Pendapat Madzhab Hanbali ini sama seperti pendapat Madzhab Hanafi. Dalam hal ini, Mazhab Hanbali menggunakan dalil yang diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruqutni: Al-Fatihah is one of the Quranic verses that have a special position. Consequently, it is obligatory to recite it every time they pray. Meanwhile practically, in the jahar prayer, some of the congregations recite the al-Fatihah, but some however rejected. There is an obligation to listen to the imam reciting. This article examines some hadiths of reciting al-Fatihah for the congregation in the jahar prayer and its wisdom. This research uses the approach of hadith studies and Islamic jurisprudence. In collecting data, the takhrij hadith method was used with hadith tracing techniques through the al-Fatihah theme. There are two stages in analyzing the data. First, by using textual and contextual understanding methods in analyzing the dilalah hadith partially. Second, using the method of al-jam’u wa al-taufiq, takhshis, tarjih, maqasid al-shari’ah, and hikmat al-tashri’ in analyzing the hadiths collectively. This study shows that reading the al-Fatihah is obligatory for every congregation except in the jahar prayer for two main reasons. First, imams represent their congregations. Second, the congregations listen to their imams carefully for orderly prayer and appreciate the meaning of the al-Fatihah which implies for the congregation character building. The congregations can remind the imams if they recite incorrecly and so that the entire congregation can recite amen at the right time together. ABSTRAK Surat Al-Fatihah merupakan surat yang memiliki kedudukan istimewa dalam Al-Qur’an, sehingga umat Islam diperintahkan oleh Allah SWT untuk membacanya setiap kali melaksanakan salat. Namun dalam keseharian umat Islam berbeda praktik dalam membaca surat Al-Fatihah ketika menjadi makmum dalam salat jahar. Sebagian mereka ada yang tetap membaca surat Al-Fatihah, sementara sebagian lagi tidak membacanya karena harus menyimak bacaan imam. Permasalahan ini telah melatarbelakangi penulis untuk meneliti hadis-hadis ahkam dengan tujuan untuk mengetahui hukum membaca surat Fatihah bagi makmum dalam salat jahar menurut hadis-hadis ahkam maqbul yang relevan dengan tujuan dan hikmah persyaratan salat itu sendiri. Penelitian ini menggunakan pendekatan ilmu hadis dan usul fikih. Dalam pengumpulan data digunakan metode takhrij hadis dengan teknik penelusuran hadis melalui tema Al-Fatihah. Untuk menganalisis data ditempuh melalui dua tahapan, tahap pertama analisa terhadap dilalah hadis secara parsial dengan menggunakan metode pemahaman tekstual dan konstektual, tahap kedua analisa terhadap hadis secara kolektif dengan menggunakan metode, al-Jam’u Wa al-Taufiq, Takhshis, Tarjih, Maqashid al-Syari’ah dan Hikmah al-Tasyri’. Hasil analisis menyimpulkan bahwa menurut hadis-hadis ahkam bahwa membaca surat Al-Fatihah hukumnya wajib bagi setiap musalli, kecuali bagi makmum dalam salat jahar, karena ada dua alasan pokok yaitu, pertama karena bacaan imam sudah mewakili bacaan makmum, kedua, Karena makmum diwajibkan diam dan mendengar bacaan imam untuk ketertiban salat, untuk menghayati makna agung yang terkandung dalam surat Fatihah yang berimplikasi terhadap pembentukan karakter, untuk dapat menegur imam apabila salah bacaannya dan untuk dapat mengucapkan amin tepat pada waktunya. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free  Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif Vol. 18, No. 2, Juli 2021 Hal 141-151 p-ISSN 1693-7562 e-ISSN 2599-2619 Kajian Hadis Hukum Membaca Surat Fatihah bagi Makmum dalam Salat Jahar Zulfikar Institut Agama Islam Negeri Langsa Email doktorzulfikardaud ABSTRACT Al-Fatihah is one of the Quranic verses that have a special position. Consequently, it is obligatory to recite it every time they pray. Meanwhile practically, in the jahar prayer, some of the congregations recite the al-Fatihah, but some however rejected. There is an obligation to listen to the imam reciting. This article examines some hadiths of reciting al-Fatihah for the congregation in the jahar prayer and its wisdom. This research uses the approach of hadith studies and Islamic jurisprudence. In collecting data, the takhrij hadith method was used with hadith tracing techniques through the al-Fatihah theme. There are two stages in analyzing the data. First, by using textual and contextual understanding methods in analyzing the dilalah hadith partially. Second, using the method of al-jam’u wa al-taufiq, takhshis, tarjih, maqasid al-shari’ah, and hikmat al-tashri’ in analyzing the hadiths collectively. This study shows that reading the al-Fatihah is obligatory for every congregation except in the jahar prayer for two main reasons. First, imams represent their congregations. Second, the congregations listen to their imams carefully for orderly prayer and appreciate the meaning of the al-Fatihah which implies for the congregation character building. The congregations can remind the imams if they recite incorrecly and so that the entire congregation can recite amen at the right time together. Keywords al-fatihah, the jahar prayer, reverence ABSTRAK Surat Al-Fatihah merupakan surat yang memiliki kedudukan istimewa dalam Al-Qur’an, sehingga umat Islam diperintahkan oleh Allah SWT untuk membacanya setiap kali melaksanakan salat. Namun dalam keseharian umat Islam berbeda praktik dalam membaca surat Al-Fatihah ketika menjadi makmum dalam salat jahar. Sebagian mereka ada yang tetap membaca surat Al-Fatihah, sementara sebagian lagi tidak membacanya karena harus menyimak bacaan imam. Permasalahan ini telah melatarbelakangi penulis untuk meneliti hadis-hadis ahkam dengan tujuan untuk mengetahui hukum membaca surat Fatihah bagi makmum dalam salat jahar menurut hadis-hadis ahkam maqbul yang relevan dengan tujuan dan hikmah persyaratan salat itu sendiri. Penelitian ini menggunakan pendekatan ilmu hadis dan usul fikih. Dalam pengumpulan data digunakan metode takhrij hadis dengan teknik penelusuran hadis melalui tema Al-Fatihah. Untuk menganalisis data ditempuh melalui dua tahapan, tahap pertama analisa terhadap dilalah hadis secara parsial dengan menggunakan metode pemahaman tekstual dan konstektual, tahap kedua analisa terhadap hadis secara kolektif dengan menggunakan metode, al-Jam’u Wa al-Taufiq, Takhshis, Tarjih, Maqashid al-Syari’ah dan Hikmah al-Tasyri’. Hasil analisis menyimpulkan bahwa menurut hadis-hadis ahkam bahwa membaca surat Al-Fatihah hukumnya wajib bagi setiap musalli, kecuali bagi makmum dalam salat jahar, karena ada dua alasan pokok yaitu, pertama karena bacaan imam sudah mewakili bacaan makmum, kedua, Karena makmum diwajibkan diam dan mendengar bacaan imam untuk ketertiban salat, untuk menghayati makna agung yang Zulfikar Kajian Hadis Hukum Membaca Surat Fatihah bagi Makmum dalam Salat Jahar 142 terkandung dalam surat Fatihah yang berimplikasi terhadap pembentukan karakter, untuk dapat menegur imam apabila salah bacaannya dan untuk dapat mengucapkan amin tepat pada waktunya. Kata Kunci Al-fatihah, Salat Jahar, Khusyuk A. Pendahuluan Al-Quran maupun Hadis adalah sumber awal hukum yang dalam bahasa hukum juga disebut sebagai nas atau dalil. Dalil merupakan petunjuk kepada tujuan keberadaan nas yang berupa teks didasarkan pandangan yang benar mengenai hal tersebut, baik itu yang bersifat qati maupun itu bersifat asumsi dzanni, keinginan dari proses penafsiran yang sering menimbulkan perbedaan maupun pertentangan Abd al-Laṭīf al-Khaṭib. Sementara itu di kalangan ahli fiqh pertentangan ini disebut taārud al-adillah. Dalam Islam, shalat merupakan suatu bentuk ibadah yang paling krusial, melalui salatlah cara seorang muslim mengingat serta mendekatkan diri pada sang pencipta, yaitu Allah SWT, dan shalat juga dapat menjaga seseorang tersebut dari perbuatan keji dan mungkar. dan pada akhirnya seseorang itu akan mendapatkan kebahagiaan dan ketenteraman jiwa karena selalu mengingat Allah melalui shalat tersebut Quraish Shalat merupakan rukun Islam yang kedua dari lima rukun, sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah Saw dalam sebuah hadisnya. Islam itu dibangun atas lima dasar, pertama bersaksi tiada Tuhan melainkan Allah dan bersaksi Muhammad itu merupakan utusan Allah, kedua mendirikan shalat, dan seterusnya. Untuk mendapatkan kualitas shalat yang sempurna, maka memahami dan mempraktikkan salat dengan benar merupakan suatu keniscayaan. Kemudian untuk dapat memahami salat dengan benar tentunya setiap individu muslim harus merujuk terhadap praktik Rasulullah SAW. Untuk dapat mengetahui praktik salat beliau, maka mentala'ah hadis tentang salat merupakan jalannya. Dalam fenomena keseharian, umat Islam setelah wafat Rasulullah SAW, dan khususnya pasca era sahabat mengalami perbedaan pengalaman dalam ibadah salat, baik perbedaan bacaan maupun gerakan bahkan urutan dari keduanya. Perbedaan pemahaman dan pengalaman ini juga terjadi pada bacaan fatihah bagi makmum dalam salat jahar. Ada sebagian kaum muslim yang tetap membacanya, ada pula yang tidak perlu membacanya karena sudah terwakili oleh bacaan imam. Bagi yang membacanya dilakukan pada saat imam membaca surat lain setelah ia membaca Fatihah atau pada saat imam diam setelah membaca Fatihah Muhammad Dalam artikel ini, penulis akan menguraikan bagaimana sebenarnya ketentuan membaca surat Fatihah bagi makmum dalam salat jahar menurut hadis Rasulullah SAW. Apakah perbedaan-perbedaan pengamalan selama ini memang salah satu bentuk Tannawwu' fi al-Ibadah keragaman dalam ibadah yang memang mendapat legalitas dari Rasulullah SAW ataupun telah terjadi pergeseran-pergeseran pemahaman dari ketentuan Rasulullah SAW melalui hadis-hadis beliau, ataupun persoalan membaca surat Al-Fatihah bagi makmum dalam salat jahar ini merupakan persoalan khilafiah. Apabila persoalan membaca Fatihah ini memang persoalan khilafiyah yang disebabkan oleh adanya kesan ta’arudh al-  Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif Vol. 18, No. 2, Juli 2021 143 Adillah antar hadis-hadis yang makbul, maka penelitian ini akan menampilkan istinbath yang lebih rajih dan lebih relevan dengan tujuan dan hikmah pensyariatan salat itu sendiri. Dalam meneliti hadis ahkam tentang hukum membaca surat Fatihah bagi makmum dalam salat jahar ini, penulis menggunakan pendekatan ilmu hadis dan usul fikih. Dalam pengumpulan data digunakan metode takhrij hadis dengan teknik penelusuran hadis melalui tema Al-Fatihah. Untuk menganalisa data ditempuh melalui dua tahapan, tahap pertama analisa terhadap dilalah hadis secara parsial dengan menggunakan metode pemahaman tekstual dan konstektual, tahap kedua analisa terhadap hadis secara kolektif dengan menggunakan metode, al-Jam’u Wa al-Taufiq, Takhshis, Tarjih, Maqashid al-Syari’ah dan Hikmah al-Tasyri’ B. Pembahasan 1. Kedudukan dan Keutamaan Surat Al-Fatihah Surat Al-Fatihah secara tauqifi merupakan surat pertama dalam mushaf usmani, walaupun secara historis dia bukanlah surat yang pertama sekali diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Surat ini berjumlah 7 Tujuh ayat Quraish dan tergolong sebagai surat Makkiyah. Surat Al-Fatihah memiliki banyak nama. Muhammad 'Ali al-Sabuni, sebagaimana yang dikutip dalam pernyataan imam Al-Qurtubi menginformasikan bahwa terdapat 12 nama untuk surat Al-Fatihah. Sementara Imam Al-Alusi menyebutkan lebih dari 20 nama yang kesemuanya ada yang bersifat tauqifi dan ada pula yang bersifat taufiqi. Adapun Kedudukan dan Keutamaan Surat Al-Fatihah yaitu Ali 1 Surat Al-Fatihah merupakan surat yang mengandung tujuan pokok diturunkannya Al-Qur'an sehingga dinamakan sebagai Umm al-Kitab atau induk bagi seluruh ayat-ayat Al-Qur'an. 2 Surat Al-Fatihah merupakan satu-satunya surat yang diperintahkan kepada umat Islam untuk dibaca berulang kali dalam ibadah pokok yaitu salat. Sehingga surat ini dinamakan juga dengan nama Al-Sab'u Al-Masani yang berarti tujuh ayat yang diulang-ulang. 3 Surat Al-Fatihah merupakan surat yang diturunkan secara khusus oleh malaikat penjaga arsy bersamaan dengan akhir surat Al-Baqarah sehingga surat fatihah dan akhir surat Al-Baqarah ini diberi gelar Nuraini yang berarti dua cahaya. 4 Surat Al-Fatihah merupakan satu-satunya surat yang diberi gelar oleh nabi SAW dengan nama A'zham Al-suwar yaitu surat teragung. 5 Surat Al-Fatihah merupakan surat yang didalamnya terdapat hak Allah dan hak Hamba. Shahih Muslim, Jilid II, hal 85. 2. Takhrij Hadis Untuk mempermudah proses analisis hukum membaca Fatihah bagi makmum dalam salat jahar, maka diperlukan takhrij hadis untuk diklasifikasikan kepada dua bentuk; Pertama, adalah hadis-hadis yang mengharuskan membaca Fatihah, kedua adalah hadis-hadis yang melarang membacanya. Berikut hadis-hadis tersebut sesuai dengan klasifikasinya. Zulfikar Kajian Hadis Hukum Membaca Surat Fatihah bagi Makmum dalam Salat Jahar 144 a. Hadis yang mengharuskan membaca Al-Fatihah secara mutlak hadis-hadis yang mengharuskan membaca Fatihah bagi mushalli secara mutlak adalah 1. Hadis Riwayat Bukhari dari Ubadah bin Shamit Artinya "Ali bin Abdullah telah bercerita kepada kami, Dia berkata Sufyan telah bercerita kepada kami, Dia berkata Zuhri telah bercerita kepada kami, dari Mahmud bin Rabi' dari Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah SAW bersabda Tidak ada salat bagi sesiapa yang tidak membaca pembuka al-Kitab Surat Fatihah". Al-Bukhari Dar al-Fikr, Jilid I, 2005. Menurut hadis ini, Bahwa membaca Fatihah dalam salat hukumnya adalah wajib, bila ditinggalkan, maka salat tidak sah, kandungan hukum ini dapat diketahui dari beberapa aspek, yaitu Pertama dari aspek bahasa bahwa hadis ini menggunakan  ,yaitu  dengan demikian maka makna tidak ada salat di sini, menunjukkan salat apapun baik salat yang sempurna maupun tidak sempurna, sehingga teks hadis tersebut tidak dapat diartikan dengan arti "Tidak ada salat yang sempurna bagi orang yang meninggalkan bacaan Fatihah" kalau arti ini yang digunakan maka hukum membaca Fatihah hanya untuk kesempurnaan salat bukan suatu kewajiban untuk keabsahannya”. Shahih Muslim Syarah Imam Nawawi Kitab al-Shalah 2. Hadis Riwayat Muslim dari Abu Hurairah. Artinya ''Rasulullah SAW bersabda Barangsiapa salat tanpa membaca surat Al-Fatihah maka salatnya bunting. Rasul mengulanginya tiga kali" Shahih Muslim. Dar al-Fikr, 2004. Menurut kandungan kedua hadis diatas bahwa Hukum membaca Fatihah wajib secara mutlaq bagi mushalli dalam semua salat, karena Rasulullah SAW tidak membatasi kewajiban tersebut pada salat tertentu, dengan demikian maka dalam salat apapun wajib bagi mushalli membaca Fatihah, baik dalam salat sendirian maupun berjamaah, baik dalam salat fardhu maupun dalam salat sunat. b. Hadis yang tetap mengharuskan Mushalli membaca Fatihah, meskipun sebagai makmum dalam salat jahar. Hadis riwayat Tirmizi dari Ubadah bin Shamit   Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif Vol. 18, No. 2, Juli 2021 145 Artinya "Ubadah bin Shamit berkata Rasulullah SAW pernah melakukan salat subuh kemudian bacaan beliau terganggu oleh suara bacaan makmum, maka setelah selesai salat beliau berkata sesungguhnya saya tahu tadi kalian membaca dibelakang imam kalian. Ubadah berkata benar, demi Allah kami telah membacanya wahai rasulullah. Kemudian rasul bersabda Jangan kalian lakukan lagi kecuali membaca Ummul qur'an, karena sesungguhnya tidak sah salat bagi orang yang tidak membacanya." Al-Turmuzy. Dar al-Fikr, 1983. Dari rangkaian sanad dan matan hadis di atas, dapat dipahami dua kandungan hukum, yaitu a. Bahwa makmum dilarang membaca sesuatu dibelakang Imam karena dapat mengganggu bacaan imam, kesimpulan ini dapat dipahami dari lafaz  dan lafaz  b. Khusus bacaan Fatihah, makmum tidak dilarang membacanya bahkan wajib membacanya termasuk dalam salat jahar, karena tidak dihitung salat bagi seseorang yang tidak membaca Fatihah. Kesimpulan ini dapat dipahami dari lafaz  dan lafaz  Bila kita analisis dari sumber hadis yaitu Ubadah bin Shamit dan dari topik hadisnya yaitu tentang bacaan Fatihah, maka ada kemungkinan bahwa hadis Ubadah yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan diriwayatkan oleh imam Tarmizi adalah terjadi dalam kasus yang sama. Apabila memang kedua hadis diatas muncul dari dua kasus dan konteks yang berbeda, maka hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari menjelaskan tentang wajibnya membaca Fatihah dalam salat. Sementara Hadis yang diriwayatkan oleh imam Tirmizi lebih mempertegas wajibnya membaca Fatihah terhadap semua jenis salat termasuk bagi makmum dalam salat jahar. c. Hadis yang melarang membaca Fatihah bagi makmum dalam salat Jahar Setelah penulis teliti kitab-kitab hadis "al-Kutub al-Tis'ah" juga kitab hadis lainnya, penulis menemukan banyak hadis yang melarang membaca Fatihah bagi makmum dalam salat jahar. Hadis-hadis tersebut saling menguatkan dan memperjelas antara satu dan lainnya. Diantara hadis bacaan imam tersebut adalah sebagai berikut 1. Hadis Riwayat Ibnu Abi Syaibah dari Jabir yang menegaskan bahwa bacaan imam telah mewakili bacaan makmum. Artinya ''dari Jabir bin Abdullah dia berkata Kami pernah salat bersama rasul sementara dibelakangnya ada seorang laki-laki yang membaca ayat, maka salah seorang sahabat melarangnya, Setelah selesai salat keduanya bertengkar, laki-laki yang dilarang membaca tadi berkata mengapa engkau melarang saya membaca dibelakang rasulullah? Kemudian kedua mereka bertengkar sehingga informasi ini sampai kepada rasulullah. Maka rasulullah berkata Siapa saja yang salat dibelakang imam, maka bacaan imam menjadi bacaannya." Al-Darquthny. 1994. Zulfikar Kajian Hadis Hukum Membaca Surat Fatihah bagi Makmum dalam Salat Jahar 146 Hadis di atas diriwayatkan oleh Daruquthni yang bersumber dari Jabir bin Abdullah dengan kualitas sanad shahih Nasiruddin al-Bani. Kandungan hukum dalam hadis di atas dapat ditetapkan melalui Sabab al-Wurud yang tergambar sangat jelas dalam rangkaian sanad dan matannya. Kandungan hukumnya adalah bahwa makmum tidak perlu lagi membaca dibelakang imam, karena bacaan imam sudah menjadi bacaan makmum. Dan ini berlaku khusus dalam salat jahar. 2. Hadis Riwayat Malik dan lainnya dari Abu Hurairah yang menjelaskan bahwa sahabat tidak lagi membaca Al-Qur'an Al-Fatihah dalam salat jahar dibelakang imam setelah ditegur oleh Rasulullah SAW. Artinya "Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW ketika selesai melaksanakan salat jahar beliau bersabda Apakah salah seorang kalian tadi ada membaca ayat Al-Qur'an Al-Fatihah? Lantas seorang laki-laki menjawab Benar Ya Rasulullah. Lalu Rasulullah SAW bersabda Sesungguhnya saya katakan mengapa saya harus dibenturkan dengan bacaan Al-Qur'an. Lantas Abu hurairah berkata, setelah itu orang-orang tidak lagi membaca Al-Qur'an dalam salat jahar bersama rasulullah sejak mereka mendengarkan teguran itu dari rasulullah." Abu Dawud. No. Hadits 826.. Hadis diatas diriwayatkan oleh Abu Dawud yang bersumber dari Abu Hurairah dengan kualitas sanad sahih Muhammad Sebagaimana Hadis sebelumnya, maka hadis ini juga sangat mudah dipahami kandungan hukumnya, karena disamping sababul wurudnya tergambar dalam rangkaian sanadnya, hadis ini juga disertai komentar Abu Hurairah yang menjelaskan situasi dan kondisi umat Islam setelah ditegur oleh Rasulullah SAW atas bacaan mereka di belakang rasul dalam salat jahar. Adapun Kandungan Hukum yang dapat diambil dari hadis ini adalah a. Bahwa Sahabat sebelum ditegur oleh rasul secara tegas, mereka pernah membaca Ayat dibelakang Rasul dalam salat jahar. b. Khusyu' dalam salat menjadi hal yang harus dipelihara baik untuk imam, diri sendiri maupun makmum lainnya. c. Umat Islam pada masa Rasul, meninggalkan bacaan mereka ketika menjadi makmum dalam salat jahar setelah teguran dari Rasulullah SAW. 3. Hadis Riwayat Ibnu Majah dari Abu Hurairah yang memerintahkan agar makmum diam ketika imam membaca ayat secara jahar   Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif Vol. 18, No. 2, Juli 2021 147 Artinya "Dari Abu Hurairah Rasul SAW bersabda Sesungguhnya dijadikan Imam itu untuk diikuti, maka apabila dia bertakbir, takbirlah kaliah. Apabila dia membaca Al-Fatihah atau Ayat lainnya maka diamlah kalian. Apabila dia membaca maka ucapkanlah amin. Apabila dia rukuk maka rukuklah. Apabila dia berkata maka ucapkanlah  . Apabila dia sujud maka sujudlah. Apabila dia salat dalam keadaan duduk, maka salatlah kalian dalam keadaan duduk semuanya." Al-' Hadis di atas, ditakhrijkan oleh Ibnu Majah bersumber dari Abu Hurairah. Setelah penulis teliti sanadnya, hadis ini sanadnya berstatus shahih" Al-' Dilihat dari rangkaian matannya, hadis ini pada intinya menjelaskan ketentuan salat berjama'ah. Adapun ketentuan tersebut adalah makmum wajib mengikuti komando imam berupa a Bertakbir setelah imam bertakbir, yaitu tidak bersamaan dengan takbir imam apalagi mendahuluinya. b Makmum diam ketika imam membaca, tentunya yang dibaca imam secara keras dalam salat berjama'ah adalah Fatihah dan ayat-ayat al-Qur'an lainnya. c Membaca  setelah imam membaca  d Makmum ruku' setelah imam ruku', yaitu tidak bersamaan apalagi mendahuluinya. e Makmum membaca  setelah imam membaca  f Sujud setelah imam sujud. g Makmum dalam keadaan duduk bila imam salat dalam keadaan duduk, maksudnya menyesuaikan diri dengan imam, kalau imam salat berdiri. 3. Istinbat Hukum Dari berbagai penjelasan hadis dan dari analisa terhadap hadis-hadis yang berkaitan dengan bacaan Fatihah bagi mushalli secara umum dan khususnya bagi makmum dalam salat jahar, Bahwa pada dasarnya membaca Fatihah hukumnya wajib bagi mushalli. Berdasarkan hadis Ubadah bin Shamit yang ditakhrij oleh Imam Bukhari yang secara tegas mengatakan  dan berdasarkan hadis Ubadah bin Shamit juga yang ditakhrij oleh Imam Tirmizi. Khusus dalam salat jahar, bacaan Fatihah bagi makmum tidak wajib bahkan harus ditinggalkan dengan beberapa alasan, dari hadis Abu Hurairah yang ditakhrij oleh Abu Dawud, yaitu  yang di tambah penjelasan Abu Hurairah terhadap hadis  telah mentakhsis hadis Ubadah bin Shamit yaitu bacaan Fatihah hanya wajib kepada mushalli selain makmum dalam salat JaharAl-Sam Selanjutnya Hadis Jabir bin Abdullah yang ditakhrijkan oleh Daraquthni, yaitu  sangat jelas dan tegas mengatakan bahwa Rasulullah memenangkan Jabir bin Abdullah yang berselisih dengan seorang makmum yang membaca sesuatu di belakang Rasulullah saat salat, Keputusan Rasulullah adalah bahwa bacaan Imam secara otomatis menjadi atau mewakili bacaan makmum, jadi meskipun hadis Jabir ini Zulfikar Kajian Hadis Hukum Membaca Surat Fatihah bagi Makmum dalam Salat Jahar 148 kronologisnya hanya terjadi pada beliau dan seorang sahabat lain, namun keputusan Rasulullah Saw, dapat diberlakukan untuk semua umat Islam, dengan memegang prinsip ushul       juga akan menghasilkan hukum yang sama yaitu bacaan imam menjadi bacaan makmum dengan syarat bahwa konteks salatnya adalah salat jahar berjama'ah seperti konteks terjadinya hadis ini Mahmud Dalam penjelasan yang lain Abu Hurairah yang ditakhrij oleh Ibnu Majah, yaitu  juga sangat jelas bahwa Rasulullah SAW, mengajarkan ketentuan dan tata cara salat berjama'ah yang diantara ketentuan tersebut adalah bahwa makmum harus diam pada saat imam membaca, apalagi penjelasan Rasulullah SAW ini menggunakan   yaitu  . Dan dalam kaedah ushul disebutkan bahwa    maksudnya prinsip dasar Amar perintah menunjukkan wajib Mahmud Bahwa dengan sangat tegas pula Al-Qur'an memerintahkan agar kita umat Islam menyimak dan diam bila mendengar bacaan Al-Quran, ayat tersebut adalah Al’Araf 204. Bila ayat ini ditakhsis oleh hadis Ubadah atau bahkan dinasakh, maka sangat tidak mungkin, karena terdapat sejumlah hadis sahih yang memperkuat atau menjadi  terhadap ayat ini, apalagi bila kita tela'ah sabab al-Nuzul ayat ini, sangat jelas bahwa ayat ini turun dalam konteks menegur makmum yang berisik di belakang imam. Bila kita mencoba menggali asrar al-tasyri’ dari salat berjama’ah, maka salat berjama’ah disamping sebagai ibadah mahdhah kepada Allah SWT juga mengajarkan prinsip kepemimpinan dan prinsip menjadi pengikut. Diantara prinsip-prinsip tersebut yaitu; pertama, pemimpin haruslah benar-benar orang yang paling baik ketaqwaannya dan kemampuannya kredibelitas dan kapabelitasnya. kedua, Pengikut wajib bersatu dan tunduk sepenuhnya terhadap komando pemimpin. ketiga, agar komando tersebut dapat diikuti dengan baik, maka mendengarkan dan memahami instruksi pemimpin itu merupakan sesuatu keharusan yang tidak boleh diabaikan. Bila kita mencoba melihat pada tujuan salat, maka jelaslah diantara tujuan salat itu adalah untuk dapat mengingat Allah sebagaimana firman Allah Swt. 2014. Bagaimana kekhusyukan salat untuk merenungkan dan menghayati ayat yang kita baca atau ayat yang dibaca imam bisa terwujud, bila kita selaku makmum membacanya bersama-sama dengan bacaan imam. Kalau itu tidak mungkin terjadi apakah tujuan salat untuk sepenuhnya mengingat dan bermunajat kepada Allah itu bisa terwujud? Dalam hadis Abu Hurairah yang ditakhrij oleh Ibnu Majah di atas juga Rasulullah SAW memerintahkan makmum untuk mengucapkan  Setelah imam membaca    . Logikanya bahwa makmum harus menyimak bacaan imam agar bisa mengucapkan  tepat pada waktunya, apabila makmum membaca Fatihah pada saat imam membaca ayat atau surat lain setelah imam baca Fatihah, maka hal itu pun tidak mungkin dilakukan, karena makmumnya punya kewajiban menegur atau memperbaiki bacaan imam bila imam terlupa atau salah bacaannya. Alasan terakhir adalah Jumhur ulama berpendapat bahwa seorang makmum yang masbuk dihitung memperoleh raka’at apabila sempat ruku’ bersama imam . Dari sini dapat dipahami bahwa seorang mushalli yang sempat ruku’ bersama imam dihitung memperoleh raka’at meskipun ia tidak sempat membaca Fatihah bersama imam, ini menunjukkan bahwa  Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif Vol. 18, No. 2, Juli 2021 149 membaca Fatihah bagi makmum tidak merupakan kewajiban, seandainya makmum wajib membaca Fatihah, maka ia tidak sempat membacanya karena imam sudah mulai ruku’, maka dia belum dihitung telah memperoleh raka’at. Sementara Jumhur Ulama telah menganggap ia telah memperoleh raka’at Hafidz Adapun solusi terhadap adanya kesan telah terjadinya Ta’arudh al-Adillah antara hadis yang mewajibkan membaca Fatihah bagi mushalli dengan hadis-hadis yang melarang membacanya, penulis menggunakan beberapa metode sebagai berikut Metode Takhsis; yaitu bahwa hadis Ubadah bin Shamit yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari mengandung hukum yang masih bersifat umum yaitu setiap mushalli wajib membaca Fatihah sementara hadis-hadis yang melarang membaca Fatihah bagi mushalli dalam salat jahar seperti hadis Jabir yang ditakhrij oleh Darquthni hadis Abu Hurairah yang ditakhrij oleh Abu Dawud, hadis Abu Hurairah yang ditakhrij oleh Ibn Majah sebagai dalil yang bersifat khusus. Jadi membaca Fatihah bagi mushalli pada dasarnya hukumnya wajib, namun khusus bagi makmum dalam salat jahar kewajiban itu telah tertunaikan oleh bacaan imam sehingga makmum tidak perlu membacanya lagi karena dapat mengganggu kekhusyukan dirinya maupun orang lain Wahbah Metode Al-Jam’u wa Al-Taufiq; yaitu bahwa kedua kelompok hadis yang terkesan kontradiktif masing-masing tetap harus dijadikan dalil karena telah tercapainya kualitas maqbul. Hanya saja kedua kelompok hadis tersebut harus ditempatkan pada tempat dan konteksnya masing-masing. Tempat dan konteks hadis yang mewajibkan membaca Fatihah adalah bagi setiap mushalli yang menjadi makmum dalam salat Sir dan bagi imam dalam salat apapun. Sementara tempat dan konteks kelompok hadis yang melarang membaca Fatihah adalah bagi makmum dalam salat Jahar Muhammad Metode Tarjih; yaitu bahwa hadis Ubadah bin Shamit yang ditakhrij oleh Turmuzi sangat tegas matannya yaitu Rasulullah menegur dan melarang makmum yang membaca di belakang beliau karena telah membuat beliau terganggu, namun beliau mengecualikan bacaan Ummu al-Qur’an Fatihah bahkan beliau akhiri sabdanya bahwa tidak sah salat bagi orang yang tidak membaca Fatihah sementara sejumlah hadis lain seperti yang tersebut pada poin a juga sangat jelas bahwa Rasulullah melarang makmum membaca dibelakang imam dalam shalat Jahar, karena bacaan imam telah mewakili bacaan makmum. Kedua kelompok hadis ini tidak dapat ditakhsiskan ataupun kompromikan karena memang keduanya sangat jelas kontradiktif. Untuk menyelesaikan ta’arudh al-adillah ini penulis menggunakan metode tarjih, yaitu dengan mengunggulkan hadis-hadis kelompok kedua makmum dilarang baca Fatihah dalam salat jahar dengan alasan bahwa setelah penulis melakukan takhrij dan kritik Sanad terhadap hadis Ubadah bin Shamit, bahwa kualitas Sanad tertingginya adalah Hasan yaitu yang ditakhrij oleh imam Turmuzi dari jalur Hanad, Ubdah bin Sulaiman, Mahmud bin Ishak, Makhul, Mahmud bin Rabi’ dan Ubadah. Sementara hadis kelompok kedua yang melarang makmum membaca Fatihah dalam salat Jahar setelah penulis takhrij dan teliti sanadnya semuanya yang penulis paparkan dalam makalah ini berkualitas sahih. C. Kesimpulan Dari uraian terdahulu dapat disimpulkan bahwa surat Fatihah benar-benar merupakan surat utama dalam Al-Qur’an sehingga membacanya bagi mushalli menjadi Zulfikar Kajian Hadis Hukum Membaca Surat Fatihah bagi Makmum dalam Salat Jahar 150 suatu kewajiban. Namun dalam salat jahar berjama’ah, bacaan imam telah mewakili bacaan makmum termasuk bacaan Fatihahnya. Ketentuan ini telah memberi pelajaran penting bagi mushalli, yaitu bahwa menghayati surat Fatihah dengan cara menyimak bacaan imam jauh lebih penting dari pada sekedar membacanya bersamaan dengan imam yang sangat sulit menghadirkan kekhusyukan atau konsentrasi baik bagi imam maupun bagi makmum itu sendiri. Dan penghayatan terhadap bacaan salat apalagi terhadap bacaan Fatihah merupakan upaya logis dan efektif untuk mewujudkan tujuan salat, yaitu untuk mengingat Allah. Dengan tercapainya tujuan ini maka secara otomatis ketenangan jiwa si mushalli akan tercipta dan bila ketenangan jiwa telah muncul maka perbuatan keji dan munkar akan terjauhi dari si mushalli. Dan bila hal ini terjadi, maka kebahagiaanlah yang selalu dirasakan oleh simushalli. Itulah sebabnya Allah memesankan kepada hambanya untuk menjadikan sabar dan salat sebagai penolong seraya dia mengingatkan kita bahwa salat itu sangat berat untuk dilaksanakan kecuali bagi orang-orang yang khusyuk’.  Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif Vol. 18, No. 2, Juli 2021 151 Daftar Pustaka Aḥmad ibn Abd al-Laṭīf al-Khaṭīb, al-Nufaḥāt alā Syarḥ al-Waraqāt Singapura alHarāmayn, Al-Jamal, Muhammad Hasan, 2007, Hayāh al-Imāmah, diterjemahkan oleh M. Khaled Muslih dan Imam Awalud. Al-Bukhari, Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn al-Bardazbah, Beirut Dar al-Fikr, Jilid I, 2005. Al-Turmuzy, Muhammad ibn Isa ibn Surah, Sunan al-Turmuzi, Beirut Dar al-Fikr, Cet. III, Juz, I, 1983. Al-Darquthny, Ali ibn Umar, Sunan al-Daraquthny, Beirut Dar al-Fikr, Jilid I, 1994. Abu Dawud, Sulaiman Ibn al-Asy’asy al-Sijistany al-Azdy, Sunan Abu Dawud, Indonesia Maktbah Dahlan, Jilid I, Al-Asqalany Syihab al-Din Ahmad ibn Hajar, Taqrib al-Tahzib, Beirut Dar al-Fikr, 1995. Al-Samānī, Qawāṭi’ al-Adillah fi al-Uṣūl, Beirut Mū’assasah al-Risālah, 1996. Dahlan, Abdul Azis 1996, Ensiklopedi Hukum Islam, artikel "Asy-Syafi'i", Imam", Jilid 5, Jakarta Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996. Hafidz Abdurrahman, Ushul Fiqh Membangun Paradigma Tasyrii, Bogor al-Azhar Press, 2003. Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, Beirut Dar al-Fikr, cet. Baru Juz II, 2005. Ibnu Majah, Muhammad ibn Yazid al-Qazwiny, Sunan ibn Majah, Cairo Dar al-Hadis, Juz I, Muhammad Ali al-Sabuni, Rawai al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam, juz 1, hal 11-12. Shahih Muslim Syarah Imam Nawawi Kitab al-Shalah, Bab Wujud al-Fatihah, hal. 85-86, Bairut Dar al-Fikr, 2004, Jilid II, Juz. IV. Muslim, Abu al-Husain, Shahih Muslim, Bisyar Imam al-Nawawy, Beirut Dar al-Fikr, Jilid II, Juz. IV, 2004. Mahmud Syalhut, Fiqh Perbandingan Mazhab, Bandung Pustaka Setia, 2000. Muhammad Wafaa, Metode Tarjih Atas Kontradiksi Dalil-Dalil Syara’ , Bangil alIzzah, 2001. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta Lentera Hari, 2002. Syawkani, Muhammad bin Ali Ibnu Muhammad, Nail Al-Awthar, Juz I, Kairo Dar Al-Fath, tt. Wahbah al-Zuhaylī, Fiqh Islam wa Adillatuhu, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, Jakarta Gema Insani, 2007. Andre INDRAWANSalsabil SALSABİLMuhammad Fikrul ISLAMİThe Qur’anic recitation with melodious vocals and melodies has a significant role in implementing congregational prayers in a mosque. Musical recitation by a competent Imam can increase the worshipers’ comfort during the prayers. However, little is known to the general public about what is behind the beautiful recited voice. Some Muslims believe that the recitation of the Qur’an in prayer could not be included as music, even though some musicological aspects support its aesthetics. Although the artistic significance of the Qur’an’s recitation is not uncommon among Muslims and even contested openly, the musicological aspects of its recitation in congregational prayer rarely be discussed. The problem discussed in this study is what underlies the recitation of a trained Imam so that the worshippers sincerely feel comfort in following the congregational. This study aims to identify the scale modes within recited Qur’anic verses by the Imam during the congregational prayer at the Jogokariyan Mosque in Yogyakarta. This research uses qualitative methods with a participating observation as its approach. The analysis unit of this study is the Al-Fatiha Chapter recitation by one of the best Imams of the mosque while leading the congregational prayers during the month of Ramadhan this year. Data disclosure uses musicological analysis involving field data recording transcription and theoretical methods. The research stage includes the field research process, transcription from the Qur’anic reading by the subject, theoretical analysis, and formulating findings. This study has resulted in an array of knowledge concerning the Imams and Muadzin management system and the characteristics of the Qur’anic recitation performed by the research subject. From a Western musicological perspective, the music transcription showed varieties of Qur’anic recitation tunes produced by the Imam within the framework of major and minor scale modes. The Imam clarified that the recitation implemented Islamic music theory known as maqam types. In conclusion, the Bayati maqam applied by the Imam resembles the Phrygian Mode of Medieval mode. Meanwhile, the Hijaz maqam resembles the Phrygian Dominant scale. Implication While for some circles of Islamic society, music is controversial in reality, many valued aspects of Islamic religious activities can contribute to the development of musicological Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn al-Bardazbah, Beirut Dar al-Fikr, Jilid I, Hukum Islam, artikel "Asy-Syafi'i", ImamAbdul DahlanAzisDahlan, Abdul Azis 1996, Ensiklopedi Hukum Islam, artikel "Asy-Syafi'i", Imam", Jilid 5, Jakarta Ichtiar Baru Van Hoeve, Fiqh Membangun Paradigma Tasyri'iHafidz AbdurrahmanHafidz Abdurrahman, Ushul Fiqh Membangun Paradigma Tasyri'i, Bogor al-Azhar Press, Tarjih Atas Kontradiksi Dalil-Dalil Syara' , Bangil alIzzahMuhammad WafaaMuhammad Wafaa, Metode Tarjih Atas Kontradiksi Dalil-Dalil Syara', Bangil alIzzah, 2001.
  1. Ζеጄ զαйа
  2. Чθмиս ኒλሳфаբէ зи
October12th, 2018 - Bacaan Bacaan Surat Al Fatihah dalam Bahasa Indonesia Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillahi rabbil alamin Arrahmaanirrahiim Maaliki yaumiddiin' 'AL QURAN TAFSIR JAWI RUMI DAN TAJWID PRODUCT SERVICE 'InFiNitY Hukum Baca Al Quran Rumi October 17th, 2018 - Soalan Saya Musykil Apakah Hukumnya Membaca Surah Seperti Yasin
Membaca surat al-Fatihah merupakan rukun sholat yang utama. Ilustrasi sholat JAKARTA – Membaca surat al-Fatihah merupakan unsur terpenting dalam ibadah itu. Dialah pembuka dari surat-surat lainnya, pun dikenal dengan sebutan as-sab'ul matsani tujuh yang diulang-ulang, karena dibaca berulang-ulang pada setiap rakaat sholat. Membaca surat al-Fatihah adalah salah satu rukun dalam shalat yang konsekuensinya adalah sholat kita tidak sah jika tidak membacanya. Selain itu, kita juga harus berhati-hati ketika membaca surat al-Fatihah dalam shalat. Pasalnya, jika kita kurang tepat atau bahkan salah dalam membacanya, akan berakibat pada tidak sahnya sholat kita. عن عُبادةَ بنِ الصَّامتِ رضيَ اللهُ عنه، قال قال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم لا صلاةَ لِمَن لم يقرَأْ بفاتحةِ الكتابِ Rasulullah SAW bersabda, dalam hadits riwayat Ubadah bin as-Shamait RA ''Barang siapa sholat dalam keadaan tidak membaca al-Fatihah, maka shalatnya cacat Rasulullah mengulanginya sampai tiga kali.'' HR Muslim dari sahabat Abu Hurairah RA Lantas apa hukum membaca surat al-Fatihah bagi makmum? Para ulama mazhab berbeda pendapat mengenai hukum membaca Al-Fatihah bagi makmum sholat. Perbedaan pendapat ini tak lepas dari argumentasi para ulama yang didasarkan dalil dan ijtihad. Dalam buku Memahami Arti Bacaan Sholat karya M Masrur dijelaskan, ulama mazhab berbeda pendapat mengenai hal ini. Misalnya ulama dari kalangan Mazhab Hanafi, ulama dari kalangan ini mengatakan bahwa tidak perlu hukumnya membaca Al-Fatihah bagi makmum dalam sholat. Adapun Mazhab Maliki dan Hanbali menyebutkan, makmum yang membaca Al-Fatihan dan surat pada sholat sirr membaca dengan suara pelan. Dan tidak membaca apapun dalam sholat jahr membaca dengan suara keras. Sedangkan ulama dari kalangan Mazhab Syafii menyebutkan, imam dan makmum maupun orang yang sholat sendirian diwajibkan untuk membaca al-Fatihah dalam setiap rakaat. Inilah perbedaan para ulama mazhab dalam menghukumi suatu hukum syariat. Wallahu a’lam BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
MembacaAl-Qur'an dengan menerapkan hukum-hukum tajwid merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan ketika membaca Wahyu Allah ini, terutama pada surat Alfatihah. Yang mana membaca surat Al-fatihah ini ialah rukun qauli dalam mengerjakan shalat. Oleh karena itu, literasi kajian-kajian tajwid pada surat-surat di dalam Al-Qur'an terutama surat
Bagaimana hukum mengeraskan basmalah saat membaca Al-Fatihah, apakah suatu kewajiban? Sebagian belum memahami perbedaan dalam masalah ini sehingga menganggap orang lain keliru. Padahal kita sendiri sebenarnya yang belum paham. Para fuqaha berbeda pendapat dalam hal hukum membaca basmalah bagi imam, makmum dan orang yang shalat sendirian. Perbedaan ini muncul dari masalah apakah basmalah merupakan bagian dari Al-Fatihah ataukah bukan. Dalam madzhab Hanafiyah, disunnahkan membaca basmalah secara lirih bagi imam dan orang yang shalat sendirian di setiap membaca awal Al-Fatihah di setiap raka’at. Namun tidak disunnahkan membaca basmalah antara Al-Fatihah dan surat lainnya secara mutlak menurut Abu Hanifah dan Abu Yusuf karena menurut mereka basmalah bukan merupakan bagian dari Al-Fatihah. Penyebutan basmalah hanya untuk mengambil berkah tabarruk. Yang masyhur dalam madzhab Malikiyah, basmalah bukan bagian dari Al-Fatihah. Sehingga basmalah tidak dibaca dalam shalat wajib yang sirr Zhuhur dan Ashar dan jaher Maghrib, Isya dan Shubuh, baik bagi imam, makmum maupun munfarid orang yang shalat sendirian. Pendapat yang paling kuat dalam madzhab Syafi’i, wajib bagi imam dan makmum serta munfarid untuk membaca basmalah dalam setiap raka’at sebelum membaca Al-Fatihah, baik shalat tersebut wajib ataukah sunnah, begitu pula berlaku dalam shalat sirr Zhuhur dan Ashar dan shalat jaher Maghrib, Isya dan Shubuh. Pendapat yang paling kuat dalam madzhab Hambali, tidak wajib membaca basmalah saat membaca Al-Fatihah, begitu pula surat lainnya di setiap raka’at. Juga pendapat terkuat dalam madhzab Imam Ahmad, disunnahkan membaca basmalah secara lirih pada dua raka’at pertama dari setiap shalat. Begitu pula basmalah dibaca pada awal surat setelah surat Al-Fatihah, namun lirih. Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 8 86-88 Adapun ulama yang berdalil bahwa bismillahirrahmanirrahim tidak dikeraskan adalah berdasarkan hadits dari Aisyah, ia berkata, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَسْتَفْتِحُ الصَّلاَةَ بِالتَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةَ بِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa membuka shalatnya dengan takbir lalu membaca alhamdulillahi robbil alamin.” HR. Muslim no. 498. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di ketika menjelaskan hadits di atas dalam Umdah Al-Ahkam, beliau berkata, “Ini adalah dalil bahwa bacaan basmalah tidaklah dijahrkan dikeraskan.” Syarh Umdah Al-Ahkam karya Syaikh As-Sa’di, hlm. 161. Juga dalil lainnya adalah hadits Anas, di mana ia berkata, صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقْرَأُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ “Aku pernah shalat bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, juga bersama Abu Bakr, Umar dan Utsman, aku tidak pernah mendengar salah seorang dari mereka membaca bismillahir rahmanir rahiim’.” HR. Muslim no. 399. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Yang sesuai sunnah, basmalah dibaca sebelum surat Al Fatihah dan bacaan tersebut dilirihkan tidak dikeraskan.” Kitab Shifat Ash-Shalah min Syarh Al-Umdah karya Ibnu Taimiyah, hlm. 105. Saran kami Kalau seseorang menjadi imam untuk jamaah yang belum paham akan masalah mensirrkan memelankan bacaan basmalah, baiknya tetap dibaca keras agar lebih menarik hati jama’ah kala itu. Dan masalah ini pun bukan masalah besar yang sampai jatuh pada keharaman. Coba lihat bagaimana contoh dari Syaikh Abdurrahman As-Sudais imam besar Masjidil Haram Makkah saat bertamu dan saat memimpin shalat di Masjid Istiqlal yang notabene di negeri kita ini mengambil pendapat madzhab Syafi’i yang mewajibkan membaca basmalah, beliau tetap mengeraskan bacaan basmalah kala itu. Semoga pembahasan ini juga semakin membuka pemahaman kalangan yang belum mengetahui adanya beda pendapat dalam masalah ini. Intinya, yang berbeda padahal sama-sama muslim, hendaklah kita berprasangka baik bahwa ia barangkali mempunyai dalil yang belum kita pahami. Semoga bermanfaat. Referensi Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah. Penerbit Kementrian Agama Kuwait. — Selesai disusun di Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 19 Safar 1437 H Muhammad Abduh Tuasikal Channel Telegram, Instagram, Twitter RumayshoCom
LANGIT7ID, Jakarta - Sebelum menjelaskan hukum membaca Basmalah, terlebih dahulu harus kita ketahui status Basmalah, apakah Basmalah termasuk al-Qur'an atau al-Fatihah atau surat yang lainnya? Dalam hal status Basmalah, para ulama masih berbeda pendapat, yaitu: Basmalah tidak termasuk al-Fatihah atau basmalah hanya sekedar pemisah antara surat dengan surat.
Pertanyaan Surat Al-Fatihah adalah sudah menjadi kebiasaan dan diamalkan disni. Dan banyak perdebatan seputarnya di antara umat Islam. Saya ingin mengetahui apakah sesuai syariat dalam Islam atau tidak hal itu dengan merujuk ke banyak ayat Quran, hadits dan penjelasannya. Teks Jawaban Alhamdulillah. Surat Al-Fatihah adalah surat terbaik dalam Qur’an Majid. Bahkan ia termasuk yang terbaik dari apa yang Allah ta’ala turunkan kepada para Rasul. Diriwayatkan oleh Bukhori, 4474 dari Abu Said bin Mu’alla radhiallahu anhu sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadanya لَأُعَلِّمَنَّكَ سُورَةً هِيَ أَعْظَمُ السُّوَرِ فِي الْقُرْآنِ ..... ثم قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُوتِيتُهُ “Sungguh saya akan ajarkan kepada anda surat ia termasuk surat yang paling agung dalam Qur’an. Kemudian bersabda Alhamdulillahi Rabbil Alamin ia termasuk tujuh ayat yang diulang-ulang dan Al-Qur’an Agung yang diberikan kepadaku.” Diriwatkan Tirmizi 2857 dari Ubay bin Ka’b radhiallahu anhu dari Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا أُنْزِلَتْ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا فِي الزَّبُورِ وَلَا فِي الْفُرْقَانِ مِثْلُهَا ، وَإِنَّهَا سَبْعٌ مِنْ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُعْطِيتُهُ وصححه الألباني في "صحيح الترمذي “Demi jiwaku yang ada di Tangan-Nya tidak ada yang diturunkan dalam Taurat, Injil, Zabur tidak juga dalam Al-Furqan sepertinya. Sesunggunnya ia tujuh ayat yang diulang-ulang dan Qur’an Agung yang diberikannya.” Dinyatakan shahih oleh Albany dalam Shahih Tirmizi. Tidak ada dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam juga dari para shahabatnya bahwa mereka membaacakan Al-Fatihah ketika akad nikah, ketika takziyah atau ketika terjadi transaksi jual beli. Jika ini suatu kebaikan, mereka pasti lebih mendahului kita. Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah mereka mengatakan bahwa semua perbuatan dan perkataan yang tidak ada ketetapan dari para shahabat termasuk bid’ah. Karena Jika itu kebaikan, mereka pasti mendahului kita. Karena mereka tidak meninggalkan salah satu perangai kebaikan kecuali mereka bersegera melaksanakannya.” Tafsir Ibnu Katsir, 7/278-279. Jika bacaan Al-Fatihah dalam momen agama, pasti mereka lebih mendahului kita karena mereka adalah orang yang lebih dahulu dalam semua kebaikan. Orang yang paling mengetahui setiap keutamaan. Mereka adalah para shahabat Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya tentang hukum bacaan Al-Fatihah ketika akad pernikahan sampai sebagian menamakan itu bacaan Al-Fatihah lagi bukan akad, seraya mengatakan, “Saya bacakan Fatihahku kepada Fulanah. Apakah hal ini disyareatkan? Maka beliau menjawab, “Ini tidak disyariatkan. Bahkan ini termasuk bid’ah. Bacaan Al-Fatihah dan surat tertentu lainnya tidak dibacakan kecuali di tempat yang telah disyareatkan agama. Kalaau ia dibacakan di tempat selain yang disyareatkan sebagai bentuk ibadah, maka itu termasuk bid’ah. Sungguh kami telah melihat kebanyak orang membacakan Al-Fatihah pada banyak kesempatan sampai kami mendengarkan orang mengatakan, “Bacakan Al-Fatihah kepada mayit. Kepada ini dan itu. Ini semua termasuk bid’ah yang mungkar. Al-Fatihah dan surat lainnya tidak dibaca dalam setiap kondisi dan setiap tempat serta setiap waktu kecuali hal itu disyareatkan sesuai Kitabullah atau Sunah Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam. Kalau tidak, maka ia termasuk bid’ah mungkar, pelakunya perlu diingkari.” Selesai Fatawa Nurun Alad Darbi, 10/95. Beliau juga mengatakan, “Bacaan Al-Fatihah ketika takziyah juga termasuk bid’ah. Dahulu Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam tidak pernah bertakziyah dengan bacaan Al-Fatihah tidak juga surat lain dalam Al-Qur’an.” Selesai Majmu Fatawa Wa Rasail Ibnu Utsaimin, 13/1283. Syekh Sholeh Al-Fauzan, “Bid’ah yang baru terjadi pada sisi ibadah pada zaman ini banyak. Karena asal ibadah itu tauqifi paten tidak disyareatkan sesuatu kecuali dengan adanya dalil. Selagi tidak ada dalil maka ia termasuk bid’ah. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam من عمل عملًا ليس عليه أمرنا فهو رد رواه البخاري، رقم 2697 ومسلم، رقم 1718 “Siapa yang beramal suatu amalan tidak ada perintah dari kami, maka ia tertolak.” HR. Bukhori, no. 2697 dan Muslim, no. 1718. Ibadah yang dilakukan sekarang yang tidak ada dalilnya banyak sekali. Di antaranya mengeraskan niat dalam shalat, zikir berjama’ah setelah shalat, meminta bacaan Al-Fatihah dalam momen dan setelah doa juga untuk mayit… selesai Bid’ah Anwa’uha Wa Ahkamuha /Bid’ah macam dan hukumnya. Dari kumpulan karangn Al-Fauzan, 14/15. Seyogyanya seorang muslim menjaga agar senantiasa mengikuti Nabi sallallahu alaihi wa sallam dan para shahabatnya serta menjauhi bid’ah mengamalan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ...رواه أبو داود، رقم 4607، وصححه الشيخ الألباني في صحيح أبي داود “Hendaknya kalian semua berpegang dengan sunahku dan sunah khulafaur rosyidin mahdiyyin, dan gigitlah kuat dengan gigi geraham. Dan jauhilah suatu yang baru dalam urusan agama.” HR. Abu Daud, no. 4607 dinyatakan shahih Syekh Albany di Shahih Abi Dawud Wallahu a’lam .
.